Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir Raih Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025

Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta memberikan penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025 kepada Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir (kanan) pada Rabu (18/6/2025) dalam agenda Islamic Book Fair (IBF) 2025 Ke-23 di Jakarta International Convention Center, Senayan, Jakarta. (Foto: muhammadiyah.or.id)
 

JAKARTA -- Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta memberikan penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025 kepada Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir. Penghargaan itu diterima Haedar Nashir pada Rabu (18/6/2025) dalam agenda Islamic Book Fair (IBF) 2025 Ke-23 di Jakarta International Convention Center, Senayan, Jakarta.

"Sebenarnya agak malu menerima penghargaan ini karena boleh jadi banyak yang mesti memperoleh penghargaan ini, dan lebih-lebih dari kalangan muda,” ujar Haedar dalam sambutannya seperti dikutip dari muhammadiyah.or.id. “Tetapi setelah saya bersilaturahmi dengan IKAPI DKI Jakarta, dan Islamic Book Fair, saya terpanggil untuk menerima penghargaan ini.”

Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025 oleh Haedar ini sekaligus menjadi bukti dedikasi untuk 23 tahun IBF yang gigih menawarkan literasi Islam di Indonesia. Tentu juga kebanggaan bagi Muhammadiyah dan bagi diri Haedar.

Haedar berpendapat, mengembangkan literasi khususnya di Indonesia memiliki tantangan tersendiri. Sebab aktivitas menulis dan mempublikasikan buku merupakan jalan sunyi-sepi. "Menulis dan mempublikasi buku merupakan jalan sunyi dan sepi lantaran tidak banyak orang yang berada di zona itu. Jika dibandingkan, orang lebih banyak ke pusat perbelanjaan untuk fashion maupun kuliner, ketimbang ke toko buku."

Menurut Haedar, tak banyak orang yang datang ke sebuah kawasan atau sebuah kota, kemudian di sana ia mencari toko buku, perpustakaan, maupun museum sebagai tempat pembelajaran dan literasi. Fakta ini menjadi salah satu bukti rendahnya tingkat literasi di Indonesia.

Merujuk data yang dirilis oleh UNESCO, Haedar menyebut bahwa dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 saja yang senang membaca buku. Tentu ini menjadi kenyataan yang miris, di saat kemudahan akses telah terpampang di hadapan semua.

“Maka penghargaan ini termasuk untuk para penulis. Merupakan cara kita untuk menjaga detak jantung kita agar tetap bisa merawat kesadaran literasi kita,” kata Haedar.

Haedar menjelaskan literasi tak sebatas membaca dan menulis. Sebab, lanjut dia, literasi juga memiliki kaitan dengan semangat dalam memburu informasi supaya hidup cerdas, beradab, dan berbudaya.


(eye)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.