Tuduhan Presiden Prabowo pada Para Demonstran Akhir Agustus dan Awal September Ancam Kebebasan Berekspresi, Dalang Kerusuhan tak Terungkap

Ardi Manto Adiputra. (Foto: Imparsial)
 

Oleh Ardi Manto Adiputra *)


Presiden RI Prabowo Subianto tidak hanya kembali gagal memahami, tetapi juga membuat pernyataan yang kontroversial terkait dengan aksi demonstrasi pada akhir Agustus hingga awal September 2025 lalu. Presiden kembali gagal memahami akar persoalan yang menjadi penyebab aksi demonstrasi massa yaitu dengan mengatakan bahwa para demonstran ”bukan aktivis, bukan pejuang demokrasi, bukan pejuang keadilan. Mereka hatinya jahat, they're evil (mereka jahat), mereka zalim, mereka ingin buat kekacauan, mereka ingin mengadu domba”. 

Dengan kata lain, Presiden jelas tidak mengakui bahwa penyebab meluapnya kemarahan publik dan mahasiswa pada saat itu adalah akibat dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sendiri yang tidak berpihak kepada rakyat. 

Lebih dari itu, Presiden Prabowo hingga saat ini enggan untuk mengungkap dalang di balik peristiwa kerusuhan dan penjarahan pada akhir Agustus dan awal September lalu. Kedua hal tersebut tentu kontradiktif antara satu dengan yang lainnya. 

Di satu sisi menuduh demonstran sebagai perusuh atau ”evil” tetapi di sisi lain tidak bersedia mengungkap dalang di balik peristiwa kelam yang telah mengakibatkan jatuhnya sepuluh korban jiwa dari kalangan masyarakat sipil. 

Padahal, berdasarkan berbagai bukti yang beredar di media maupun terekam oleh kamera warga dan tersebar di media sosial, kuat dugaan bahwa aksi demonstrasi warga yang mulanya damai berubah menjadi rusuh akibat adanya pihak yang memprovokasi atau menunggangi kemarahan publik tersebut. 

Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa tanpa mekanisme investigasi yang independen, kebenaran sering kali terdistorsi, bahkan terkubur oleh narasi resmi negara yang hanya menekankan stabilitas dan keamanan.

Imparsial menilai, tuduhan Presiden terhadap para demonstran atau publik yang meluapkan kekecewaan dan amarahnya pada akhir Agustus dan awal September lalu dapat memperburuk situasi kebebasan berserikat dan berekspresi di Indonesia. Pernyataan Presiden Prabowo tersebut terlihat memiliki paradigma yang cenderung anti-terhadap kritik dan penyampaian aspirasi yang disampaikan publik. 

Pada titik ini, adalah sangat beralasan bagi publik mencurigai bahwa Presiden Prabowo dengan sengaja tidak membentuk tim independen pencari fakta (TPF) untuk menutupi dalang di balik kerusuhan pada demonstrasi akhir Agustus dan awal September lalu. Sebaliknya, hanya dengan membentuk tim independen pencari fakta Presiden bisa lepas dari tuduhan menutupi dalang di balik kerusuhan dalam demonstrasi akhir Agustus dan awal September lalu.

Jakarta, 30 September 2025

*) Direktur Imparsial

Narahubung: 1. Ardi Manto Adiputra, Direktur; 2. Hussein Ahmad, Wakil Direktur; 3. Annisa Yudha AS, Koordinator Peneliti; 4. Riyadh Putuhena, Peneliti; 5. Wira Dika Orizha Piliang, Peneliti.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.