KPK Akui tak Bisa Sembarangan Ambil Alih Penanganan Dugaan Suap Tambang Ilegal dari Polri

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. (foto: liputan6.com)

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengakui tidak bisa sembarangan mengambilalih suatu perkara yang sedang ditangani oleh aparat penegak hukum (APH) lainnya. Termasuk pengusutan kasus dugaan suap tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur yang menjerat Ismail Bolong.

"KPK tidak bisa langsung mengambilalih perkara yang ditangani oleh APH lain," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dikutip dari Republika, Sabtu (17/12/2022).

Menurut Alex, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengambilalih penanganan suatu kasus. Ia mencontohkan, salah satunya adalah pengusutan kasus yang dinilai berlarut-larut.

"Ada syarat-syarat yang ditentukan UU KPK untuk mengambilalih perkara. Misalnya, penanganan perkara berlarut-larut, melindungi pelaku sebenarnya, dan ada dugaan korupsi dalam penanganan perkara," jelas Alex.

Sebelumnya, pengacara Johanes Tobing mengungkapkan status hukum kliennya, Ismail Bolong, sudah resmi menjadi tersangka. Status hukum terhadap mantan Sat Intel Polres Samarinda itu, terkait dengan penyidikan usaha pertambangan batubara ilegal.

Johanes menjelaskan, status tersangka yang ditetapkan terhadap kliennya, bukan terkait dengan dugaan suap, ataupun gratifikasi yang menyeret nama Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Ismail Bolong, lanjut dia, juga sudah dalam tahanan di Bareskrim Mabes Polri, sejak Selasa (6/12/2022) malam.

"Kami sekaligus mengklarifikasi status tersangka terhadap Pak IB ini terkait dengan penyidikan proses perizinan pertambangan. Ini kami klarifikasi menanggapi pemberitaan selama ini terkait dengan dugaan pemberian suap dan garitifikasi kepada petinggi Polri," ujar Johanes menjelaskan.

Dalam penyampaian resmi, lanjut Johanes, ada empat hal yang disampaikan Ismail Bolong kepada tim pengacara untuk disampaikan kepada media. Pertama terkait dengan perkara yang menderanya saat ini. Yaitu menyangkut soal penyidikan Pasal 158, 159, 161, tentang pertambangan ilegal dan perindustrian.

Kedua, sambung Johanes, Ismail Bolong mengklarifikasi isu tentang uang-uang setoran, dan bagi hasil tambang batubara ilegal yang menyeret para perwira tinggi di Polri di Mabes Polri, termasuk terhadap Komjen Agus. Menurut Johanes, kliennya menjelaskan, tak pernah bertemu dengan Komjen Agus yang juga menjabat posisi Kabareskrim Polri.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.