Pengamat Politik dari Unpad: Masyarakat tak Boleh Terpecah karena Konflik Elite Politik Pasca-Pemilu 2024

Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo. (Foto: Dokumentasi Pribadi).


JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Kunto Adi Wibowo mengatakan, masyarakat tidak boleh terpecah karena elite politik yang sedang berkonflik setelah masa Pemilu 2024.

"Harus bisa membedakan mana retorika untuk kepentingan elite, mana retorika yang bertujuan merawat demokrasi. Nah ini yang susah karena secara retorika akan sama saja. Butuh ketajaman dan kedalaman berpikir bagi kita untuk merespons isu elite,” kata Kunto saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (30/3/2024), seperti dikutip dari Antara.

Menurut Kunto, perang narasi itu hanya terjadi di tingkat elite politik sehingga hanya menimbulkan konflik antarpartai. Konflik tersebut, lanjut dia, akan berbahaya jika menimbulkan narasi yang mempengaruhi masyarakat untuk ikut terprovokasi sehingga muncul perpecahan antara pendukung kelompok tertentu.

"Kalau sudah konflik horisontal, itu akan susah untuk meredam atau mendinginkan tensi politiknya," kata Kunto.

Kunto melanjutkan, banyak kemungkinan buruk yang bisa terjadi ketika konflik telah tercipta di masyarakat. Salah satunya pengerahan massa dalam jumlah besar untuk melakukan aksi anarkis dan intimidatif.

Hingga saat ini, Kunto melihat belum terlihat adanya perpecahan konflik di masyarakat yang tercipta oleh narasi elite politik. Ia berharap kondisi kondusif itu tetap terjaga selama proses sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung. "Saya harap tetap kondusif terus suasananya. Walaupun ada gesekan dan dinamika di elite yang tensinya meninggi.”

MK saat ini menggelar sidang perdana penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 dengan perkara yang dimohonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01 Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.

Anies mengatakan, Pemilu Presiden 2024 tidak berjalan secara bebas, jujur, dan adil.

Kuasa hukum pemohon Bambang Widjojanto menyampaikan pokok-pokok permohonan. Pemohon mendalilkan hasil penghitungan suara untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (96.214.691 atau 58,6 persen) diperoleh dengan cara yang melanggar asas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yaitu bebas, jujur, dan adil secara serius melalui mesin kekuasaan serta pelanggaran prosedur.

Dalam petitumnya, pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan batal Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Secara Nasional.

Pemohon juga meminta MK menyatakan diskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Gibran sebagai peserta Pemilu 2024, termasuk juga membatalkan Keputusan KPU yang berkaitan dengan penetapan pasangan calon 02 tentang penetapan nomor urut pasangan calon peserta pemilihan umum presiden dan wakil atas nama Prabowo-Gibran.

Selain itu, pemohon meminta MK agar memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan pasangan calon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, serta memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk melakukan supervisi dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini.

 

(nnn)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.