Libatkan TNI dalam Pengamanan DPR, Menteri Pertahanan Melawan Suara Rakyat

Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin (kiri), dan Presiden RI Prabowo Subianto. (Foto: setneg.go.id)
Oleh Koalisi Masyarakat Sipil *)
Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin, pada Selasa (16/9/2025) menyatakan bahwa dia telah melibatkan prajurit TNI untuk mengamankan Gedung DPR RI dengan alasan bahwa itu merupakan simbol kedaulatan negara.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Menteri Pertahanan tidak sejalan dengan tuntutan rakyat yang tertuang dalam agenda tuntutan 17+8 yang menginginkan agar Pemerintah RI menghentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan TNI ke barak. Dengan demikian, Menteri Pertahanan jelas-jelas melawan arus kehendak rakyat dan hal itu cermin dari pejabat pemerintahan yang tidak mendengarkan suara rakyat.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Menteri Pertahanan tersebut keliru karena bertentangan dengan UU TNI dan berpotensi mengganggu profesionalisme TNI di bidang pertahanan. Lebih dari itu, pelibatan TNI dalam pengamanan Gedung DPR RI sejatinya bukanlah tugas TNI.
Konstitusi dan UU TNI telah mengatur bahwa TNI bertugas di bidang pertahanan negara, sedangkan urusan keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan ranah Kepolisian. Pelibatan TNI dalam pengamanan gedung DPR RI adalah bentuk penyimpangan dari fungsi dan tugas pokok TNI.
Selain itu Gedung DPR RI juga bukan merupakan simbol kedaulatan negara, melainkan simbol perwakilan rakyat. Karena itu, wajar apabila DPR RI menjadi objek kritik maupun aksi demonstrasi dari masyarakat ketika dianggap melakukan kekeliruan. Menempatkan TNI untuk menjaga DPR RI memberikan kesan mengancam dan mengintimidasi masyarakat yang ingin menyampaikan kritik dan aspirasinya.
Menteri Pertahanan seharusnya berfokus pada penguatan TNI di bidang pertahanan, bukan menyeret TNI ke dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat yang bukan menjadi kewenangannya. Presiden harus melakukan koreksi terhadap tindakan yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan tersebut yang tidak sejalan dengan Konstitusi dan UU TNI. Dengan tidak adanya koreksi dari Presiden RI, maka dapat dianggap Kepala Negara terlibat dalam kekeliruan yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan.
Kami juga menilai, proses reformasi TNI masih memiliki banyak pekerjaan rumah, termasuk reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial, dan penghapusan budaya kekerasan terhadap masyarakat sipil. Alih-alih memperluas tugas TNI ke ranah sipil, perhatian seharusnya diarahkan pada penyelesaian masalah internal reformasi TNI.
Pelibatan TNI dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat akan menjauhkan TNI dari cita-cita menjadi tentara profesional di bidang pertahanan. Profesionalisme TNI hanya dapat tercapai jika TNI fokus pada mandat konstitusionalnya di sektor pertahanan, bukan pada pengelolaan unjuk rasa atau pengamanan gedung pemerintahan.
Atas dasar hal tersebut di atas, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan:
1. Menolak rencana pelibatan TNI untuk melakukan pengamanan Gedung DPR RI.
2. Menghentikan segala bentuk pelibatan TNI dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat.
3. Memprioritaskan agenda reformasi TNI agar benar-benar menjadi tentara profesional di bidang pertahanan.
Jakarta, 16 September 2025
*) Koalisi Masyarakat Sipil (Imparsial, Centra Initiative, Raksha Initiatives, HRWG, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), DEJURE, PBHI, Setara Institute, LBH Apik, WALHI)
Kontak Person: Ardi Manto (Imparsial), Bhatara Ibnu Reza (De Jure), Daniel Awigra (HRWG), Wahyudi Djafar (Raksha Initiatives, Mike Tangka (KPI), Julius Ibrani (PBHI), Al Araf ( Centra Initiative).

Post a Comment