Selamat Datang di Abad Kedua NU
![]() |
Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto. (foto: gemapos) |
Oleh Hery Sucipto *)
Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) didirikan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Sejarah mencatat, NU berdiri pada 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H silam. Selama satu abad ini, NU telah memberikan kontribusi amat besar kepada Indonesia, baik keislaman dan kebangsaan, persatuan dan kesatuan, maupun kerukunan dalam keberagaman.
Semangat juang kebangsaan para tokoh, kiai dan jutaan Nahdliyin, warga NU, telah tercatat dalam lembaran sejarah. Dimulai dari upaya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lewat perjuangan dan pengusiran para penjajah, hingga kini NU turut berkiprah dalam mengisi pembangunan dengan menjadi mitra strategis dan andal bagi pemerintah.
Dulu keberadaan para Nahdliyin mudah dikenal dengan kekhasannya. Misalnya dengan memakai sandal jepit dan mengenakan kain sarung. Itu semua dilakukan lantaran NU memilih mengambil jarak dengan kaum penjajah. Dahulu, penjajah memang identik dengan celana, sepatu, dan dasi. Pertarungan bukan hanya masalah pemahaman, idealisme, dan juga tak hanya pada masalah aspek-aspek penjajahan, tetapi juga sampai pada perilaku.
Pakaian kaum Nahdliyin kini lebih disesuaikan dengan keadaan. Kekhasan tersebut saat ini tidak lagi menjadi perbincangan. NU juga pernah mengalami pasang surut khususnya di dunia perpolitikan di masa lalu. Namun kini NU kembali kepada khittah-nya, lebih modern, maju, dan dinamis. Melihat apapun persoalan secara lebih kontekstual.
Memasuki abad kedua, NU tentu diharapkan akan tumbuh semakin kokoh, menjadi teladan dalam keberislaman yang moderat, memberikan contoh hidup adab Islam yang baik, menjunjung akhlakul karimah dan adat ketimuran, tata karma, unggah-ungguh, serta etika dan adab yang baik.
Selain itu, NU juga diharapkan terus menjaga toleransi, persatuan, kegotongroyongan, serta mengikuti perkembangan zaman. Sebagai organisasi Islam terbesar, NU pun layak berkontribusi untuk masyarakat internasional demi membangun peradaban dunia yang lebih baik.
Di tengah gelombang perubahan, NU dituntut menjadi yang terdepan dalam membaca gerak zaman, membaca teknologi dan transformasi ekonomi, dan menjaga tatanan sosial yang adil dan beradab.
Eksistensi di masa kebangsaan modern sekarang ini lebih ditekankan pada perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan, seperti pendidikan di pondok pesantren dan perguruan tinggi NU yang sudah berubah dan lebih terbuka. Lembaga pendidikan NU juga mempersiapkan Nahdliyin-Nahdliyin muda yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) terbaru, menguasai teknologi digital yang berkembang pesat, dan mampu menjadi profesional-profesional yang unggul.
NU kini memiliki ribuan doktor, baik lulusan dari dalam negeri maupun luar negeri. Bukan hanya doktor ahli agama, tapi juga ahli information and technology/teknologi informasi (IT), bahkan ada ahli lingkungan dan ahli nuklir.
Sekarang NU terlihat mampu memanfaatkan kader-kadernya yang memiliki pengetahuan di sains dan ekonomi agar lebih diberdayakan. Karena itu, selain menguasai iptek, NU tentu perlu lebih merangkul dan memberi perhatiaan serius kepada generasi muda agar tetap mengakar kuat kepada tradisi dan adab ahlussunnah wal jamaah.
NU pun diharapkan terus bertransformasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Di usia barunya memasuki abad kedua, NU berupaya menjaga eksistensi sekaligus meneruskan perjuangan para pendahulunya.
Sebagaimana komitmen Pengurus Besar NU (PBNU) dalam menyambut satu abad dengan semangat "kebangkitan baru", NU membawa spirit para mujadid (pembaharu) yang lahir setiap 100 tahun. Maka, etos kemajuan menjadi modal utama kebangkitan dan kemajuan. NU diharapkan makin hadir memperbarui dan membangkitkan kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia menuju keunggulan berlevel khaira ummah sebagaimana pesan Al-Qur'an.
Semoga momentum abad kedua NU ini menjadi penanda kebangkitan baru, memperkokoh keislaman dan keindonesiaan, meningkatkan kesejahteraan umat, serta membangun masa depan Indonesia yang maju dan bermartabat.
Sekali lagi, Selamat Milad ke-100 tahun (menurut penanggalan Hijriyah). Jaya dan teruslah menjadi inspirasi kemajuan umat dan bangsa.
*) Direktur Eksekutif Moya Institute
Post a Comment