Etik Ndasmu!

Suroto. (foto: istimewa)

Oleh Suroto *)

Etika diakui menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk menentukan hal hal baik, benar, dari sebuah tindakan. Etika ini menjadi suatu standar umum apakah suatu hal itu dianggap baik dan benar menurut nilai yang berlaku bagi seseorang atau masyarakat tersebut.

Etika ini ditradisikan, diajarkan, ditransmisikan. Pendidikan adalah alat transmisi yang paling penting dalam membentuk etika seseorang atau masyarakat.

Seseorang atau masyarakat disebut etis jika tindakanya diletakkan pada sebuah standar moral etis yang berlaku di masyarakat tersebut. Standar nilai yang diakui secara universal sebagai dasar untuk melalukan tindakan baik atau benar adalah nilai virtious, nilai nilai yang mulia. Sebut misalnya keadilan dan kejujuran, solidaritas, dan lain lain.

Seorang hakim ketika memutuskan perkara misalnya, ia dipandu oleh etika kejujuran dan keadilan. Ia harus mengadili perkara yang ada dengan dasar moral etis kejujuran dan keadilan. Jika dia sudah tidak jujur dan tidak adil, maka suatu putusan atas perkara itu akan pasti membawa ketidakbenaran, ketidakadilan.

Aristoteles, murid terbaik dari ladang akademia ini memberikan dasar pelajaran tentang moral etik. Moral etik itu sifatnya inheren, dia menubuh, diakui atau direkognisi oleh individu itu. Sehingga kehendak bebas dari orang itu dituntun oleh nilai moral etik, berkebajikan. Bertrapsila, bertata susila.

Lalu Thomas Hobbes, sebagai bapak filsafat modern yang menganggap bahwa manusia itu adalah mangsa bagi manusia lain (homo homini lupus) itu menginspirasi agar individu itu dalam melalukan pergaulan sosial tidak chaos maka sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan bernegara baiknya diatur oleh suatu hukum. John Rawl, bapak keadilan ini mengatakan bahwa suatu sistem yang adil itu perlu disusun agar supaya menjadi adil.

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) kita yang baru baru ini memutus perkara persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden secara tidak jujur dan manipulatif serta menjauhkan putusannya dari rasa keadilan sesungguhnya tak hanya telah melanggar moral etik, tapi dia (mereka) itu telah mengubur apa yang menjadi dasar pijak hukum itu sendiri, yaitu sebuah keadilan.

Perkara ini sangat serius, sebab jika kejujuran dan keadilan itu sudah tidak dapat dihadirkan, maka hidup bersama sebagai bangsa dan negara tentu terciderai. Sebab aksiomanya jelas, hidup bersama itu ada karena keadilan ada disana. Keadilanlah yang memungkinkan adanya hidup bersama.

Jadi hakim Konstitusi kita yang secara kolosal telah lakukan pelanggaran etik itu tentu tak cukup dihukum telah melanggar etika, seharusnya putusanya dianulir dan dihukum seberat beratnya karena Mahkamah Konstitusi itu adalah sebuah institusi penting untuk mengawal agar konstitusi sebagai hukum tertinggi di republik ini tetap terjaga karena itu putusanya bersifat final. Seharusnya seorang kriminolog juga dihadirkan untuk melihat motif kriminal apa di balik putusan tersebut.

Kembali ke Thomas Hobbes, manusia itu serigala bagi manusia lain. Kita biarkan serigala tak bermoral etik itu memangsa bangsa ini atau bagaimana?

Jakarta, 17 Desember 2023


*) Penulis Buku "Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme"

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.