Pegiat Literasi Asmariah Supriyadi: Cerdaskan Anak Bangsa dan Berantas Buta Huruf dengan Jamin Stok Bahan Bacaan

Asmariah Supriyadi, asal Serang Banten tetapi bermukim di Kota Yogyakarta ini selain dikenal sebagai tokoh perempuan penggerak literasi, juga seorang penyair produktif yang sering juga tampil baca puisi di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. (Foto: Dok/Lasman Simanjuntak)

JAKARTA -- "Alhamdulillah proses demokrasi Pemilu 2024 yang telah dijalani rakyat Indonesia berlangsung dengan lancar dan sukses. Bagi kami, siapapun presidennya tetap kami dukung, terpenting support dan dukung penuh dari pemerintah terhadap kegiatan dunia literasi di Indonesia," ujar Asmariah Supriyadi, pegiat literasi Indonesia yang juga seorang Penyair Perempuan Indonesia (PPI) dari Kota Yogjakarta dalam wawancara khusus di Jakarta, Jumat (1/3/2024).
 
Menurut Asmariah, pihaknya adalah perpanjangan dari pemerintah karena sifatnya membantu dalam mencerdaskan anak bangsa serta memberantas buta huruf dengan menjamin ketersediaan sumber bahan bacaan yang layak baca. Apalagi gagasan Free Cargo Literacy (FCL) diserukan dan disetujui Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

"Semoga bisa dilanjutkan oleh presiden terpilih dan sekaligus dibuatkan payung hukumnya,"pinta penyair wanita berwajah manis dan murah senyum ini, yang karya puisinya telah diterbitkan lebih dari 100 buku antologi puisi bersama penyair seluruh Indonesia.

Sementara itu memperingati hari Buku Nasional, Asmariah mengatakan, ada beberapa hal yang penting dan perlu disampaikan, yakni tingginya minat baca rakyat Indonesia yang terhambat oleh akses bacaan bermutu.

"Sejak dahulu mungkin sebelum tahun 2016, telah mengundang kepedulian sekelompok masyarakat untuk membantu mengatasinya dengan cara melakukan kerja sama pengiriman buku dengan biaya seminimal mungkin, bahkan gratis jika perlu," ucap founder sekaligus Ketua Taman Baca Temon Yogja ini.

Seperti telah dilakukan sejumlah pengusaha kargo, antara lain Direktur Cargonesia Utama Trans, Aziz, yang menggratiskan pengiriman buku ke wilayah manapun, khususnya yang memiliki pelabuhan kargo di Pulau Sulawesi dan Papua.

Kemudian Keri Sui Malau yang menggratiskan pengiriman buku sepanjang jalur yang dilewati armada kargo-nya di Pulau Sumatera dan Jawa.

Selain itu juga kelompok relawan penggiat literasi seperti ONE (Our Nation's Education) yang dibantu sebuah perusahaan farmasi dengan jaringan distribusi yang luas, sampai mencapai 1001 buku, serta yang melakukan pengiriman buku dengan menanggung biaya sendiri.

Menerima Paket Buku

Menurut Mbak Asma, panggilan akrabnya, saat ini perlu pemecahan yang relatif menyeluruh atas problem akses agar semua warga bisa berpartisipasi dan mengambil manfaat dan setiap orang yang memenuhi syarat dapat mengirim dan menerima paket buku di wilayah mana pun di Indonesia.

"Maka pada tanggal 20 Mei 2017 dilakukan pengiriman pertama kali Free Cargo Literacy melalui PT Pos Indonesia. Di mana selanjutnya akses mengirim bahan bacaan ke wilayah yang sulit dijangkau ini dibuat menjadi lebih mudah, yakni setiap tanggal 17, semua orang bisa mengirim buku donasi secara gratis tanpa membayar ongkos kirim sepeser pun, dengan mengirimkannya langsung ke kantor pos pusat," jelas Mbak Asma.

Namun, lanjut Mbak Asma, gerakan pengiriman buku gratis tiap tanggal 17 yang disambut gembira oleh semua lapisan masyarakat ini dan ditahbiskan sebagai "Hari Raya Pustaka", mulai tersendat pada bulan Oktober 2018.

Hal ini dikarenakan PT Pos Indonesia selaku pelaksana pengirim buku belum mendapat kejelasan berupa legalitas formal maupun pembagian beban pengiriman yang telah dilakukan.

Untuk merespons hal ini maka Kemdikbud melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, pada tanggal 23 Januari 2019, menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT Pos Indonesia.

Melalui PKS ini, maka urusan pendanaan dan mekanisme pembiayaan program Free Cargo Literacy menjadi tanggung jawab Kemdikbud.

Pada bulan Februari 2019, diperoleh kabar bahwa mekanisme pengiriman buku donasi akan mengalami perubahan dari yang biasanya dilakukan. Di mana hal ini selanjutnya menjadi keprihatinan bersama, dengan terbitnya Surat Edaran dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa No. 0009/G/BS/2019 tentang Program Pengiriman Buku dalam Pelaksanaan Gerakan Literasi Nasional, yang diperkuat dengan Surat Edaran dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan No. 3381/G1/TU/2019 tanggal 2 April 2019, justru menghambat dan mempersulit akses masyarakat untuk melakukan pengiriman buku donasi.

Menurut Mbak Asma, mekanisme pengiriman buku donasi dari masyarakat yang semula mudah kini menjadi rumit.

Jika sebelumnya donatur buku dapat mengemas dan mengirim buku langsung ke kantor pos, kini mereka diwajibkan datang ke salah satu dari 32 Satker Kemdikbud yang telah ditunjuk untuk menerima buku donasi.

Selanjutnya, Satker Kemdikbudlah yang akan menentukan dan mengirim ke alamat tujuan, di mana alamat tujuan itupun dibatasi hanya dalam satu provinsi dan yang sudah terdaftar di aplikasi Donasi Buku daring Kemdikbud.

Atas perubahan mekanisme tersebut, maka "Hari Raya Pustaka" yang biasanya dirayakan secara meriah tiap tanggal 17 dengan saling berbagi buku, menjadi tak bermakna. Kini masyarakat harus kembali dihadapkan pada kesulitan akses akan bahan bacaan.

"Para donatur buku, relawan dan penggiat literasi, harus kembali mengeluarkan biaya lebih untuk melanjutkan gerakan donasi buku jika tak mau repot dengan mekanisme yang telah diatur Kemdikbud. Kita semua kembali ke titik awal sebelum gagasan Free Cargo Literacy diserukan dan disetujui Presiden RI, Joko Widodo," pungkas ibu satu anak ini.

*/ Asmariah Supriyadi
   Kontak: 087839765352 (WA)
   Email: asmariah592@gmail.com
   Facebook: Asmariah Supriyadi
   Instagram: Asmariah Supriyadi.

(*) Kontributor: Lasman Simanjuntak

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.