Ini 'Bocoran' Putusan MK Atas Gugatan Hasil Pilpres 2024 Menurut Denny Indrayana

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana. (Foto: rmol.id)

JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) RI akan menggelar sidang putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024). MK juga dijadwalkan menerima kesimpulan dari para pihak pada Selasa (16/4/2024) selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB.

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana yakin tidak akan ada unsur kejutan dalam putusan MK. Denny tak yakin para Hakim Konstitusi mau berkorban dan menjadi pahlawan demi menyelamatkan negara demokrasi konstitusional RI.

"Namun, hakim konstitusi juga manusia, kecuali ada kejutan luar biasa, terus terang saya tidak yakin, para Hakim Konstitusi mau berkorban dan menjadi pahlawan demi menyelamatkan negara demokrasi konstitusional Republik Indonesia," kata Denny di akun media sosial X nya, @dennyindrayana, dikutip Selasa (15/4/2024).

Denny lantas mengungkapkan beberapa kemungkinan putusan MK atas gugatan hasil Pilpres 2024. Ia memaparkan, berdasarkan Pasal 77 UU MK, juncto Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023, putusan MK dalam sengketa Pilpres 2024 ada tiga jenis, yaitu permohonan tidak dapat diterima; permohonan dikabulkan; atau permohonan ditolak.

"Saya meyakini, Mahkamah tidak akan memutuskan permohonan tidak dapat diterima karena permohonan Paslon 01 dan 03 jelas memenuhi syarat formil untuk diputuskan pokok permohonannya," jelas Denny.

Lebih lanjut, Denny menyampaikan bahwa opsi pertama yakni MK menolak seluruh permohonan, lalu hanya memberikan catatan dan usulan perbaikan pilpres, sangat mungkin terjadi. Dalam putusan tersebut, kata dia, MK akan menguatkan Keputusan KPU yang memenangkan Paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan hanya memberikan catatan perbaikan penyelenggaraan pilpres, utamanya kepada KPU dan Bawaslu.

Sebaliknya, Denny memprediksi kemungkinan MK mengabulkan seluruh permohonan penggugat nyaris mustahil terjadi. "Dari semua opsi, melihat situasi-kondisi politik-hukum di Tanah Air, termasuk rumit dan sulitnya proses pembuktian, saya berpandangan opsi dua ini hampir muskil bin mustahil terjadi," jelasnya.

Selanjutnya, opsi tiga adalah MK mengabulkan sebagian permohonan yakni mendiskualifiasi cawapres Gibran Rakabuming Raka. Meskipun mungkin saja terjadi, Denny menilai opsi ini tetap tidak mudah untuk diputuskan hakim MK.

Kemudian, opsi lainnya adalah MK mengabulkan sebagian permohonan yakni membatalkan kemenangan cawapres Gibran dan hanya melantik capres Prabowo Subianto, lalu memerintahkan dilaksanakannya Pasal 8 ayat (2) UUD 1945.

"Opsi keempat ini membutuhkan penjelasan lebih panjang, terutama karena tidak ada dalam permohonan Paslon 01 maupun 03, sehingga menjadi ultra petita. Dasar amar demikian ada dua. Pertama, peradilan sengketa pilpres bukan sengketa perdata, tetapi peradilan konstitusional tata negara sehingga demi menjaga kehormatan konstitusi, bisa memutuskan di luar permintaan para pihak. Hal mana sudah beberapa kali dilakukan oleh Mahkamah," tegas Denny.

Kedua, sambung Denny, Pasal 53 ayat (2) Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024 diatur, "Dalam hal dipandang perlu, Mahkamah dapat menambahkan amar selain yang ditentukan sebagaimana pada ayat (1). "Norma tersebut, dapat dimaknai, Mahkamah membuka peluang ultra petita, bukan hanya di luar yang dimintakan para pihak, bahkan pun di luar ketentuan Peraturan MK atau bahkan UU MK," jelasnya.

Yang dilakukan bukan pendiskualifikasian Paslon 02 karena MK tidak mendapatkan keyakinan atas pelanggaran Paslon 02, selain tentu ada pula argumen hal demikian adalah kewenangan Bawaslu. Bukti-bukti yang dihadirkan tidak cukup untuk menguatkan dalil Para Pemohon (Paslon 01 dan 03). "Memang pembuktian sengketa pilpres sangat rumit dan sulit," kata Denny menegaskan.

 

(nnn)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.