Diberhentikan di Dalam Negeri, Prof Zainal Muttaqien Justru Diakui Jepang Sebagai Profesor Klinis
![]() |
Ahli Bedah Syaraf, Prof. dr. Zainal Muttaqin. [Instagram/kickandyshow] |
JAKARTA-- Sebuah kisah kontras mencuat dari dunia medis Indonesia. Prof. Zainal Muttaqien, Sp.BS, seorang ahli bedah saraf ternama asal Indonesia, dikabarkan telah diberhentikan dari Rumah Sakit Vertikal Kementerian Kesehatan RSUP Dr. Kariadi, Semarang, dengan alasan dianggap "tidak layak". Namun, yang menarik perhatian publik adalah kenyataan bahwa keahliannya justru diakui di luar negeri, tepatnya di Jepang.
Dikutip dari Akun Instagram Update.anime Sejak tahun 2021, Prof. Zainal telah menjabat sebagai Profesor Klinis di Universitas Kagoshima, Jepang, dan masa pengabdiannya di sana akan berlangsung hingga tahun 2026. Penunjukan ini menjadi bukti pengakuan internasional terhadap kompetensi dan kontribusinya di bidang bedah saraf, meski di tanah air ia menghadapi polemik.
Pengakuan Internasional, Pertanyaan untuk Dalam Negeri
Penunjukan sebagai Profesor Klinis di universitas ternama seperti Kagoshima bukanlah hal sepele. Gelar ini diberikan kepada praktisi medis yang memiliki kompetensi akademik dan klinis tinggi, serta kontribusi signifikan dalam riset dan pendidikan medis. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat dan komunitas medis: Bagaimana mungkin seorang tenaga ahli yang diakui internasional bisa dianggap "tidak layak" oleh institusi dalam negeri?
Kisah Prof. Zainal mengingatkan pada fenomena klasik di mana SDM unggul dari Indonesia lebih dihargai di luar negeri. Publik menyoroti perlunya evaluasi terhadap sistem penilaian dan pengembangan tenaga medis dalam negeri, agar talenta tidak terus-menerus "terbuang" atau tidak dihargai secara layak.
Reaksi Publik dan Komunitas Profesional
Seiring merebaknya kabar ini di media sosial, banyak netizen dan kalangan akademik menyuarakan dukungan terhadap Prof. Zainal. Beberapa menyayangkan keputusan RS Kariadi, sementara yang lain menekankan pentingnya transparansi dalam kebijakan rumah sakit dan institusi pemerintah terhadap SDM unggulan.
Penghargaan dari luar negeri bukan sekadar simbol, melainkan refleksi dari kualitas dan dedikasi seorang profesional. Diharapkan kisah seperti ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola dan penghargaan terhadap tenaga medis dan ilmuwan Indonesia.
(dmr)
Post a Comment