Putusan MK Soal Pendidikan Gratis, Muhammadiyah: Jangan Sampai Matikan Sekolah Swasta
Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir. (Foto: muhammadiyah.or.id)
YOGYAKARTA -- Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pendidikan gratis oleh sekolah negeri maupun swasta harus saksama dan berpijak pada realitas dunia pendidikan di Indonesia.
"Implementasi dari putusan MK itu harus seksama, komprehensif, dan tetap berpijak pada realitas dunia pendidikan Indonesia, di mana swasta punya peran strategis," kata Haedar Nashir di Yogyakarta, Selasa (3/6/2025), seperti dikutip dari Antara.
Haedar menegaskan sekolah swasta selama ini menjadi bagian penting sistem pendidikan nasional dan telah memberikan kontribusi besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, menurut Haedar, negara tidak boleh membuat kebijakan yang justru bisa mematikan keberadaan lembaga pendidikan swasta. "Kalau kemudian melakukan kebijakan seperti hasil MK kemarin, itu ya harus seksama. Jangan sampai mematikan swasta, yang justru sama dengan mematikan pendidikan nasional."
Haedar juga menyinggung soal kemampuan negara dalam menggratiskan seluruh pendidikan dasar, termasuk yang dikelola swasta. Ia menilai meski konstitusi menetapkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN, alokasi itu tersebar ke banyak institusi kenegaraan.
"Apakah Kemendikti dan Kemendikdasmen diberi anggaran yang cukup untuk menanggung seluruh lembaga pendidikan swasta? Sementara swasta juga punya sifat inner dynamics, selalu ingin berkembang," tegas Haedar.
Muhammadiyah, kata Haedar, tidak pernah menempatkan lembaga pendidikannya sebagai instrumen bisnis, melainkan sebagai bentuk layanan publik. Karena itu, ia menyayangkan jika ada anggapan bahwa seluruh sekolah swasta berorientasi pada keuntungan. "Kalau ada satu dua yang berorientasi bisnis, jangan menjadi keputusan konstitusi. Jangan karena ada satu dua gugatan, lalu mudah memenuhi gugatan itu."
Haedar berharap para pemangku kebijakan, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tidak terburu-buru merespons desakan publik tanpa melihat dampaknya bagi sistem pendidikan nasional secara menyeluruh.
Menurut Haedar, Muhammadiyah bakal melihat terlebih dahulu arah kebijakan terkait implementasi putusan MK tersebut.
"Kalau penerjemahannya seperti yang disampaikan oleh Pak Menteri Pendidikan (Mendikdasmen Abdul Mu'ti) itu hanya payung umum yang operasionalnya tetap seperti sekarang ini, atau ada hal-hal yang berdampak buruk, baru di situ kami akan mengambil kebijakan. Kami tidak akan tergesa-gesa," ujar Haedar.
Terhadap implementasi putusan MK itu, Haedar mengusulkan dua pendekatan agar lembaga pendidikan swasta tetap bisa berkembang sekaligus terjangkau oleh masyarakat.
Pertama, sekolah swasta tetap menyelenggarakan layanan publik bagi masyarakat umum, seperti yang dilakukan Muhammadiyah selama ini. Kedua, mengusulkan negara memberi ruang bagi sekolah unggulan swasta untuk berkembang dan menjawab kebutuhan khusus sebagian masyarakat.
"Kita kan tidak pernah mempertentangkan antara golongan atas dan bawah karena Indonesia tidak menganut Marxisme, ada kelas atas, kelas bawah, ada kelas proletar, ada kelas borjuis, tapi seluruh masyarakat harus terlayani. Berarti kan yang umum terlayani, yang khusus terlayani, itu opsinya," kata Haedar menandaskan.
(ant/end)
Post a Comment