Pakar Hukum Tata Negara UNS: Perppu Ciptaker Jadi Solusi Agar tak Ada Penyalahgunaan Kekuasaan

Pakar hukum tata negara di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto. (foto: ist)

JAKARTA -- Beberapa pekan belakangan ini mencuat polemik terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker). Pakar hukum tata negara di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto, menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat yang berarti sebatas cara pembuatannya saja perlu diperbaiki namun isi (materiilnya) dianggap perlu oleh negara.

Menurut Riewanto, jika saja Perppu Ciptaker yang sama seperti Omnibus Law tidak ada saat ini, maka kinerja Presiden RI dapat dianggap penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

“Perppu itu untuk memberikan kepastian pemerintah bisa bekerja berdasarkan hukum. Kalau tidak ada maka abuse of power. Maka dalam persepektif hukum tata negara lebih baik pemerintah berjalan meski aturannya salah ketimbang tidak ada aturan,” ujar Riewanto pada webinar nasional Moya Institute bersama Narada Center dan ITB-Ahmad Dahlan bertajuk Perppu Cipta Kerja dan Antisipasi Resesi Global, Jumat (27/1/2023).

Sebelumnya diberitakan, Perppu Ciptaker dinilai merupakan solusi lain UU Ciptaker yang dinyatakan oleh MK pada tahun 2020 sebagai inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.

Kemudian, Presiden RI Jokowi pada akhir tahun 2022 lalu mengesahkan Perppu Ciptaker tersebut untuk legitimasinya mengahadapi resesi global dan saat ini sedang dalam pembahasan di parlemen.

Kemudian, Rektor ITB-Ahmad Dahlan Mukhaer Pakkanna menambahkan, Perppu Ciptaker yang diterbitkan belum lama ini tujuannya pun masih sama guna memperluas lapangan kerja, mengurangi pengangguran, serta terutama menyasar masuknya investasi.

Hanya saja Mukhaer menyoroti mengenai makna kegentingan memaksa sesuai UUD 1945 yang definisinya ditentukan Presiden RI sehingga dapat dianggap menjadi subyektivitas mengesahkan Perppu Ciptaker.

Adapun Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menyatakan, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap kemampuan Jokowi mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi masih terbilang tinggi mencapai 75 persen. Oleh sebab itu, berpengaruh pula pada tingkat kepuasan kinerja Presiden dalam kaitan mendukung terbitnya Perppu Ciptaker sebagai solusi mengatasi ancaman resesi global mencapai 60 persen.

Sirojudin melanjutkan, berdasarkan survei tersebut, dari 22 persen publik yang mengetahui penerbitan Perppu Ciptaker dan ancaman resesi global, sebanyak 51 persen nyatanya setuju kehadiran regulasi tersebut.

Sementara itu Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menyampaikan, masalah ciptaker memerlukan perhatian serius karena menyangkut hajat dan kepentingan publik yang mempengaruhi sektor perekonomian nasional.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.