Esensi Kemuliaan Manusia Ada pada Insaniah

Shamsi Ali. (foto: net/rmol.id)

Oleh Shamsi Ali *)

Di antara kemuliaan akhlak Rasulullah SAW adalah memuliakan manusia dengan ukuran kemanusiaannya. Bukan pada ukuran fisik, warna kulit, etnis, dan ras. Bukan juga karena jenis kelamin (gender), pria atau wanita. Apalagi sekadar ukuran material duniawi yang dimiliki dalam hidup sementaranya.

Rasulullah memuliakan manusia justru pada nilai kemanusiaan (insaniah) yang dimilikinya. Nilai ini adalah “heavenly granted and guaranteed” (pemberian dan jaminan langit). Menegaskan bahwa manusia itu selama masih manusia pasti mulia. Karena sejatinya semua tanpa kecuali dikaruniawi “karomah insaniah” (kemuliaan insani) oleh Allah SWT.

Dalam kaitan ini, ini saya ingin menyampaikan satu kisah nyata dari kemuliaan akhlaq baginda Rasulullah SAW. Beliau memuliakan manusiw tanpa batas. Beliau menempatkan kemuliaan itu tidak pada ikatan-ikatan relatif fisikal duniawi.

Satu contoh konkret yang beliau lakukan adalah kepada seorang wanita Afrika, berkulit hitam, keturunan Ethiopia. Beliau adalah Barakah Ummu Ayman.

Barakah Ummu Ayman ini adalah seorang wanita yang juga biasa disebut bahkan dibanggakan oleh Rasulullah SAW dengan sebutan “Ummi” (ibuku). Para sahabat semua tahu bahwa Barakah itu bukan Ibu Rasulullah SAW. Karena Ibu Rasulullah adalah Aminah yang meninggal ketika beliau masih berumur 6 tahun.

Karenanya mereka pun bertanya: “Kenapa Engkau wahai Rasulullah memanggil wanita itu sebagai Ibu?”

Dengan tegas Rasulullah menjawab: “Beliau adalah Ibuku setelah Ibuku” (ummi ba’da ummi).

Barakah Umm Ayman adalah wanita yang mengasuh dan membersamai baginda Muhammad SAW sejak Siti Aminah, Ibu baginda Rasulullah meninggal dunia. Pengasuhan dan khidmah (pelayanan) kepada Rasulullah SAW bahkan hingga beliau menikah dengan istri tercinta beliau, Khadijah binti Khuwailid (Radhiya Allahu anha).

Barakah adalah wanita salehah yang sejak lama menjadi khadimah (pelayan) Ibunda Rasulullah SAW. Hanya saja seperti yang disebutkan di atas, Ibunda Rasulullah SAW meninggal ketika Rasulullah berumur 6 tahun. Sejak itu tanggung jawab Ibu berpindah dari pundak Aminah, Ibu biologis Rasulullah, ke pundak Barakah, Ibu pilihan Allah untuk Rasulullah-Nya.

Kisah ini menguatkan keyakinan kita tentang ketinggian akhlaq Rasulullah SAW. Beliau memuliakan, menempatkan seorang wanita berkulit hitam, yang memang seseorang budak di masa itu dengan cara yang sungguh luar biasa. Ketika orang Arab memandang rendah orang seperti wanita itu, justru Rasulullah SAW menempatkan beliau di posisi yang sangat mulia, Ibuku…!

Rasulullah seolah ingin mengafirmasi bahwa kemuliaan manusia tidak pada status sosial, warna kulit, dan tingkat perekonomiannya. Tapi ada pada esensi kemanusiaannya (insaniah). Esensi kemanusiaan ini yang diakui oleh Rasulullah pada Barakah Ummu Ayman sehingga menempatkannya pada posisi yang sangat terhormat: Ummi…!

Iya. Wanita hitam Ethiopia, budak, dan miskin. Kini menduduki posisi mulia menggantikan posisi Ibunda Rasulullah: Ummi ba’dan Ummi!

Realita itulah yang tersimpulkan pada ayat Al-Qur’an: “Dan sungguh kami telah muliakan anak cucu Adam” (Al-Isra: 70).

Atau dalam konteks keislaman: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa” (Al-Hujurat: 13).

Happy weekend...Selamat berakhir pekan bersama keluarga untuk semua! 



*) Catatan ringan akhir pekan


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.