Ramadan 2023 dan Kebangkitan UMKM Pascapandemi

Anggota DPR RI Amir Uskara. (foto: dpr.go.id)

Oleh Dr. H.M Amir Uskara *)


Bulan Ramadan tak hanya bulan berkah penuh rahmat. Tapi juga bulan berkah untuk ekonomi umat. Khususnya pelaku ekonomi mikro dan ultra mikro.

Betapa tidak, tiap Ramadhan di hampir semua kota dan desa, pedagang buah dan kue, pedagang lauk pauk, pedagang minuman muncul di mana-mana, di sepanjang jalan. Semuanya laris. Masyarakat khususnya umat Islam ramai-ramai membeli dagangan pelaku usaha mikro tersebut untuk ta'jilan dan berbuka puasa.

Di Jakarta, misalnya, pasar Ramadan menjelang Maghrib terlihat ramai sekali di Bendungan Hilir, Senen, Senayan, Grogol, dan lain-lain. Hampir semua sudut kota penuh para pedagang makanan dan minuman dadakan. Hal serupa terjadi di kota-kota besar lain. Bahkan di kota-kota kecil dan desa-desa di seluruh Indonesia, pedagang khas Ramadan ini bermunculan. Dan selalu ramai pembeli.

Ini fenomena yang dahsyat. Mereka, para pedagang kecil ini, menggerakkan ekonomi nasional. Apalagi di tahun 2023, inilah Ramadan pertama pasca-pandemi Covid-19. Masyarakat antusias "ngabuburit"  setelah terkekang masa pandemi selama dua tahun. Dengan demikian, di Ramadan 2003 ini, niscaya volume perdagangan makanan khas "syahrus shiyam" tersebut makin besar.

Barangkali itulah sebabnya, menurut Shochrul Rohmatul, ekonom Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Ramadan sebagai bulan berkah tak hanya terkait dengan peningkatan iman melalui puasa, mengaji, dan ibadah, tapi juga berdampak pada peningkatan ekonomi.

Menurut Rochmatul, daya beli masyarakat di bulan Ramadan cenderung naik dan perkembangan ekonomi terdistribusi merata. Sehingga terbuka kesempatan mengembangkan usaha untuk pelaku ekonomi mikro dan ultra mikro, baik di kota maupun desa.

Kita tahu, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) adalah pebisnis tahan banting dan kenyal. Mereka mampu bertahan dalam kondisi krisis ekonomi parah sekali pun. Di tengah situasi ketidakpastian ekonomi global yang kian meningkat pascapandemi saat ini, misalnya, UMKM terbukti bisa menjadi penyelamat krisis.

Pengalaman membuktikan bahwa selama masa-masa sulit ekonomi, seperti krisis 1998 dan pandemi covid-19, UMKM menjadi garda terdepan yang mampu menyelamatkan krisis ekonomi nasional. Hal ini terjadi karena UMKM, selain sumbangannya sangat besar terhadap PDB, juga banyak menyerap tenaga kerja.

Menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, meningkatnya kegiatan usaha kecil di bulan Ramadan 2023 menandakan perputaran ekonomi kembali normal. Masyarakat kembali bergerak dinamis tanpa khawatir diterpa virus corona.

”Ekonomi takjil ini memang secara bisnis terlihat kecil, tapi jangan lupa, ini refleksi perekonomian yang lebih besar, yaitu perekonomian nasional,” ujar Piter.

Piter menambahkan, usaha kecil dari para pedagang mikro ini berdampak signifikan bagi perekonomian nasional. Hal ini mendorong konsumsi, produksi, perputaran uang, dan nilai tambah semakin baik. Dampaknya luar biasa: kondisi ekonomi nasional pun tumbuh besar. Bahkan terbesar di antara 20 negara anggota G-20.

Dari data Kementerian Koperasi (Kemenkop), kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) dari tahun ke tahun terus bertambah. Tahun 2017 kontribusinya 57 persen, tahun 2018 (57,8 persen), tahun 2019 (60,3 persen), tahun 2020 (37,3 persen), dan tahun 2021 (61,07 persen).

Terlihat tahun 2020, kontribusi UMKM terhadap PDB menurun karena saat itu pandemi sedang berada di puncak. Tapi begitu pandemi mereda, tahun 2021, sumbangan UMKM terhadap PDB naik tajam, 61,07 persen, atau lebih dari separuh PDB. Luar biasa.

Sumbangan UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja juga dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2017, tenaga kerja yang terserap 116,4 juta. Tahun 2018 (117 juta). Dan tahun 2019 (119,6 Juta). Ini jauh lebih banyak dari penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan besar nasional maupun multinasional. Daya serap tenaga kerja dari UMKM  mencapai 97 persen dari daya serap tenaga kerja usaha besar nasional. Luar biasa.

Dari gambaran di atas, terlihat betapa pentingnya usaha kecil dan mikro di kancah perekonomian nasional. Dan Ramadan adalah momentum untuk kebangkitan UKM tadi.

Hebatnya, di bulan Ramadan ternyata tak hanya pelaku UMKM yang bangkit. Tapi juga arus uang ke daerah meningkat. Di bulan Ramadan sampai Lebaran Idul Fitri, misalnya, jutaan pekerja migran pulang kampung atau mengirimkan uangnya kepada keluarganya di desa. Nilainya fantastis, mencapai jutaan dolar AS.

Di Jawa Timur saja, tiap Ramadan, uang yang "pulang mudik" dari 270 ribuan tenaga kerja migran tercatat sekitar Rp 8 triliun. Hampir sama dengan nilai APBD Kota Surabaya. Belum lagi di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang terkenal dengan pekerja migrannya yang banyak. Niscaya uang transfer selama Ramadan dari "pejuang devisa" itu makin melimpah dan menggerakkan ekonomi nasional.

Dari gambaran tersebut, Ramadan jelas tidak sekadar bulan berkah bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Tapi juga bulan kebangkitan ekonomi rakyat yang bisa menyelamatkan krisis nasional pascapandemi.


*) Anggota DPR RI/Ekonom


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.