Menko Polhukam Mahfud MD Nilai Pemanggilan Muhaimin oleh KPK bukan Politisasi Hukum

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD. (foto: setkab.go.id)

JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD menilai pemanggilan Muhaimin Iskandar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan politisasi hukum. Ia meyakini pemanggilan itu merupakan prosedur hukum biasa untuk melengkapi informasi atas pengusutan kasus korupsi yang ditangani oleh KPK.

“Menurut saya, itu bukan politisasi hukum. Kita berpendirian bahwa tidak boleh hukum dijadikan alat untuk tekanan politik. Dalam kasus pemanggilan Muhaimin oleh KPK, saya meyakini itu permintaan keterangan biasa atas kasus yang sudah lama berproses. Muhaimin tidak dipanggil sebagai tersangka, tetap (dia) diminta keterangannya untuk melengkapi informasi atas kasus yang sedang berlangsung,” kata Mahfud MD di sela-sela kegiatannya di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (5/9/2023).

Mahfud mencontohkan saat dirinya pernah dipanggil oleh KPK untuk kasus korupsi Akil Mochtar, eks ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

“Pertanyaannya teknis saja, misalnya betulkah Anda pernah jadi pimpinan saudara AM (Akil Mochtar)? Tahun berapa? Bagaimana cara membagi penanganan perkara? Apakah Saudara tahu bahwa Pak AM di-OTT dan sebagainya? Pertanyaannya itu saja,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan, pemeriksaan saat itu berlangsung tidak lebih dari 30 menit. “Menurut saya dalam kasus ini, Muhaimin hanya diminta keterangan seperti itu, untuk menyambung rangkaian peristiwa agar perkara menjadi terang.”

KPK memanggil Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja RI periode 2009–2014, terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) pada 2012. Isu adanya politisasi dari pemanggilan itu, di antaranya karena Muhaimin yang juga Ketua Umum PKB, saat ini merupakan bakal calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan yang pada pekan lalu mendeklarasikan diri maju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Terkait kasus itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yaitu dua pegawai negeri sipil (PNS) dan satu orang dari swasta. Penyidik KPK pada bulan lalu (18/8/2023) menggeledah Kantor Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta. Namun, KPK belum mengumumkan temuan-temuan hasil penggeledahan itu kepada publik.

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.