Peluang Investasi Reksadana BRI-MI di Tengah Sentimen Global yang Negatif

BRI Manajemen Investasi (Foto: BRI-MI). 

JAKARTA -- Rupiah, indeks saham gabungan (IHSG), dan obligasi mengalami tekanan pada awal perdagangan pasca-libur Lebaran 2024. Hal ini akibat dari sentimen negatif global yang diakibatkan karena krisis Timur Tengah yang kembali memanas dengan adanya konflik terbuka saat ini yaitu antara Iran dengan Israel.

Menarik untuk disimak, seperti apa insights dari PT BRI Manajemen Investasi (BRI-MI) terkait situasi geopolitik Iran–Israel dan efeknya terhadap pasar modal. Dan, rekomendasi produk reksadana apa saja yang bisa digunakan untuk mendapatkan imbal hasil optimal bagi investor Indonesia.

Berikut adalah market view dan rekomendasi produk Reksa Dana BRI-MI.

Tensi Geopolitik Iran-Israel yang semakin memanas

Terkait eskalasi konflik antara Iran-Israel yang semakin memanas, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah meminta Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk tidak melakukan aksi balasan guna meredakan ketegangan regional agar konflik regional tidak meluas.

Chief Investment Officer BRI-MI, Herman Tjahjadi, menjelaskan bahwa tren inflasi AS yang sedikit menanjak lagi dan ketegangan Israel dan Iran ini menyebabkan menguatnya kembali mata uang dollar yang dianggap sebagai instrumen safe haven oleh para investor global. Mata uang dollar menguat terhadap semua mata uang negara-negara berkembang dan kurs rupiah pun terkoreksi ke level sekitar Rp 16.200.

"Hal ini mengakibatkan pasar saham maupun pasar obligasi domestik menghadapi koreksi pasca libur Lebaran 2024,” ujar Herman dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/4/2024).

Dalam menghadapi ketidakpastian yang tinggi di pasar, Herman menyarankan para investor untuk melakukan diversifikasi portofolio guna mengoptimalkan nilai investasi dalam jangka panjang di tengah situasi geopolitik saat ini.

“Kami menyarankan agar investor dapat mengambil strategi konservatif dalam masa-masa ketidakpastian global ini dengan berinvestasi ke dalam produk konservatif seperti reksadana pasar uang. Untuk investor yang memiliki resiko profil lebih tinggi, bisa tetap melalukan investasi secara bertahap ke dalam reksadana pendapatan tetap dan/atau campuran sambil tetap memonitor kondisi perkembangan geopolitik,” jelas Herman.

Market View BRI-MI

Meskipun tensi geopolitik sangat tinggi pada saat ini, secara jangka panjang, Herman melihat pasar modal Indonesia masih memiliki prospek yang positif seiring pertumbuhan ekonomi yang masih positif sekitar 5 persen di tahun 2024 dan lebih dari 5 persen per tahun pada beberapa tahun mendatang, seiring reformasi ekonomi dan hilirisasi pembangunan yang berkelanjutan.

Prospek positif jangka panjang ini juga yang menyebabkan CEO Apple Inc, Tim Cook, datang ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden RI Jokowi pada hari Rabu (17/4/2024).

Sebagai informasi, Apple telah mendirikan empat Apple Developer Academy di Batam, Surabaya, Tangerang Selatan, dan yang terbaru di Bali. Terayar, Apple sedang menjajaki pembangunan pabrik Apple di Indonesia karena Indonesia adalah pasar yang sangat penting dan prospektif untuk raksasa Apple.

Rekomendasi Produk Reksadana BRI-MI

Berdasarkan kondisi terbaru, BRI-MI merekomendasikan dua produk yaitu Reksadana BRI Seruni Pasar Uang II (SPU II) untuk investor konservatif, dan Reksadana Campuran yaitu Reksa Dana BRI Anggrek Fleksibel bagi investor yang memiliki profil risiko yang lebih tinggi sebagai diversifikasi produknya.

Sebagai informasi, Reksadana SPU II menawarkan tingkat pendapatan bersaing dengan tetap mempertahankan nilai modal investasi dan menjaga kestabilan likuiditas, dengan investasi 100% (seratus per seratus) pada Instrumen Pasar Uang dalam negeri dan/atau Efek Bersifat Utang.

Adapun SPU II merupakan produk unggulan sinergi Perseroan di BRI Group. Sementara itu, Reksadana Anggrek Fleksibel menawarkan pertumbuhan nilai investasi yang optimal dalam jangka panjang, namun tetap memberikan pendapatan yang memadai.

Anggrek Fleksibel diinvestasikan maksimum 79 persen (tujuh puluh sembilan per seratus) ke dalam efek ekuitas, maksimum 79 persen (tujuh puluh sembilan per seratus) ke dalam efek utang serta maksimum 79 persen (tujuh puluh sembilan per seratus) ke dalam Instrumen Pasar Uang, di mana dalam portofolio reksadana tersebut wajib terdapat Efek Bersifat Ekuitas dan Efek Bersifat Utang.


(nnn)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.