Bangun Kepercayaan Sosial di Era Digital: Pendidikan dan Literasi Digital Jadi Kunci
JAKARTA -- Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, membangun kembali kepercayaan sosial di dunia digital menjadi tantangan besar yang dihadapi masyarakat global. Isu tersebut menjadi sorotan dalam diskusi panel bertema “Rebuilding Social Trust in a Digital World” pada Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy/ICCCRL) yang digelar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Institut Leimena di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen, Laksmi Dewi, menyatakan bahwa Kemendikdasmen pada tahun 2025 telah menempatkan berbagai program untuk memanfaatkan teknologi secara bijak sekaligus membangun karakter generasi muda.
“Dalam proses pendidikan, teknologi ini sangat penting digunakan karena menjadi alat bantu untuk mendukung keberhasilan proses pembelajaran, baik bagi guru maupun murid,” kata Laksmi.
Menurut Laksmi, literasi digital menjadi fondasi penting dalam penggunaan teknologi. “Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, mengkreasikan, dan mengomunikasikan informasi. Ini menjadi salah satu poin penting untuk menumbuhkan kepercayaan sosial dengan informasi-informasi yang disampaikan,” ujarnya.
Sebagai langkah nyata, Kemendikdasmen telah menerapkan dua mata pelajaran yang berfokus pada teknologi, yaitu informatika serta coding dan kecerdasan buatan (AI). Mata pelajaran informatika kini wajib diikuti siswa dari kelas 7 hingga 12, sementara coding dan AI mulai diajarkan sebagai mata pelajaran pilihan sejak kelas 5 SD. Program ini menjadi bagian dari inisiatif agar setiap anak memiliki pemahaman dan etika dalam penggunaan teknologi digital.
Kemendikdasmen juga sudah menyiapkan berbagai panduan terkait penerapan kemampuan literasi digital, di antaranya panduan mata pelajaran informatika, coding dan AI, serta pemanfaatan AI bagi guru dan murid. “Semoga panduan-panduan ini bisa membantu para murid dan guru menggunakan teknologi, khususnya kecerdasan buatan ini untuk kepentingan pembelajaran," pungkas Laksmi.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Kebudayaan sekaligus Head of Adviser Day of AI Indonesia, Ismunandar, menyoroti urgensi literasi terkait AI dan sosial media. Ia memandang literasi digital menjadi keharusan untuk seluruh masyarakat agar dapat berpikir dan menggunakannya secara kritis. Day of AI sendiri menyediakan materi pembelajaran terbuka (open source) yang telah diterjemahkan dan dikontekstualisasikan untuk digunakan oleh para guru. “Jadi, esensinya ini memahami AI, etis dan responsibel, dengan materi yang inklusif untuk semua,” ujar dia.
Dari sisi akademik, Irini Nalis-Neuner, Postdoctoral Researcher di Christian Doppler Laboratory for Recommender System, menekankan pentingnya kepercayaan dalam konteks teknologi dan interaksi manusia. Ia menyampaikan penggunaan AI yang bertanggung jawab serta integrasi nilai-nilai kemanusiaan melalui Digital Humanism untuk menumbuhkan kepercayaan.
Melalui diskusi ini, para pemangku kepentingan dari berbagai bidang menegaskan pentingnya pendidikan dan literasi digital dalam membangun kembali kepercayaan sosial di dunia digital. Sinergi antara teknologi, etika, dan nilai kemanusiaan diyakini menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, aman, dan saling percaya di era digital.
(***)


Post a Comment