Newton, Leibniz, dan Pertarungan Sunyi di Balik Lahirnya Kalkulus

Newton, Leibniz, dan Pertarungan Sunyi di Balik Lahirnya Kalkulus. (Sumber: https://live.stemfellowship.org/).

GEBRAK.ID -- Pada abad ke-17, Eropa sedang mengalami apa yang kini disebut sebagai Revolusi Ilmiah. Cara manusia memahami alam berubah secara radikal. 

Alam tidak lagi dipahami melalui otoritas tradisi atau metafisika semata, melainkan melalui hukum-hukum matematis yang presisi. Di tengah perubahan besar inilah, dua tokoh jenius—yang hidup sezaman namun hampir tak pernah bekerja bersama—mengembangkan alat intelektual yang akan mengubah dunia: kalkulus.

Nama mereka adalah Isaac Newton dan Gottfried Wilhelm Leibniz.

Namun, alih-alih dikenang hanya sebagai penemu besar, keduanya juga terikat dalam salah satu kontroversi ilmiah paling pahit sepanjang sejarah: siapa yang lebih dahulu menemukan kalkulus?

Isaac Newton lahir pada tahun 1643 di Inggris, dalam kondisi yang nyaris tak menjanjikan. Ia lahir prematur, tanpa ayah, dan tumbuh sebagai pribadi yang pendiam, curiga, dan sangat tertutup. Namun di balik kepribadian yang sulit itu, Newton menyimpan kecerdasan luar biasa.

Newton dikenal luas sebagai tokoh sentral fisika klasik. Melalui karyanya Principia Mathematica (1687), ia merumuskan hukum gerak dan gravitasi universal—fondasi ilmu fisika selama lebih dari dua abad. Namun, jauh sebelum buku itu terbit, Newton telah memikirkan sesuatu yang lebih mendasar: bagaimana cara menghitung perubahan yang berlangsung terus-menerus?

Sekitar tahun 1665–1666, saat Inggris dilanda wabah pes dan universitas ditutup, Newton mengasingkan diri di rumah keluarganya. Dalam periode yang sering disebut annus mirabilis (tahun keajaiban), ia mengembangkan metode matematika yang ia sebut fluxions—cara menghitung laju perubahan suatu besaran terhadap waktu.

Masalahnya, Newton tidak mempublikasikan temuannya. Ia menyimpan catatan-catatan itu untuk dirinya sendiri, hanya membagikannya secara terbatas melalui surat pribadi. Ketertutupan inilah yang kelak menjadi sumber konflik besar.

Berbeda jauh dengan Newton, Gottfried Wilhelm Leibniz (lahir 1646 di Jerman) adalah seorang polimatik sejati. Ia bukan hanya matematikawan, tetapi juga filsuf, diplomat, ahli hukum, sejarawan, dan teolog. Leibniz hidup di tengah jaringan intelektual Eropa dan sangat aktif berkorespondensi dengan ilmuwan lain.

Leibniz memiliki visi besar: menyatukan pengetahuan manusia dalam sistem rasional yang tertata. Dalam filsafat, ia dikenal dengan konsep monad dan gagasan bahwa kita hidup di “dunia terbaik yang mungkin”. Dalam matematika, ia tertarik pada persoalan infinitesimal—besaran yang sangat kecil tetapi bukan nol.

Pada akhir 1670-an, Leibniz secara independen mengembangkan metode untuk menghitung perubahan dan luas kurva. Tidak seperti Newton, ia segera mempublikasikan hasilnya, pertama kali pada tahun 1684 dalam jurnal ilmiah Acta Eruditorum. Ia juga memperkenalkan notasi dx, dy, dan ∫—notasi yang masih digunakan hingga hari ini. Di sinilah kalkulus mulai menyebar luas di Eropa.

Pada dasarnya, Newton dan Leibniz mengerjakan masalah yang sama: bagaimana memahami perubahan kontinu. Namun pendekatan mereka berbeda.

Newton memandang perubahan sebagai sesuatu yang mengalir dalam waktu—sesuai dengan pandangan fisikanya. Leibniz memandangnya sebagai hubungan abstrak antar variabel—lebih matematis dan simbolik.

Selama bertahun-tahun, perbedaan ini tidak menjadi masalah. Hingga pada awal abad ke-18, muncul tuduhan bahwa Leibniz menjiplak ide Newton.

Kontroversi terbuka dimulai sekitar tahun 1708, ketika seorang matematikawan Inggris menuduh Leibniz mencuri ide fluxions dari manuskrip Newton. Tuduhan ini dengan cepat berkembang menjadi konflik nasional: Inggris melawan Eropa kontinental.

Royal Society—lembaga ilmiah paling bergengsi di Inggris—membentuk komite untuk menyelidiki masalah ini. Hasilnya adalah laporan terkenal berjudul Commercium Epistolicum (1712), yang menyimpulkan bahwa Newton adalah penemu asli kalkulus dan Leibniz bersalah.

Namun ada satu masalah besar: Newton sendiri adalah Presiden Royal Society dan terlibat langsung dalam penyusunan laporan itu.

Sejarawan modern sepakat bahwa laporan tersebut sangat bias. Leibniz merasa difitnah, reputasinya rusak, dan ia meninggal pada tahun 1716 dalam keadaan terasing—hampir tanpa penghormatan publik.

Kontroversi ini meninggalkan luka panjang dalam dunia matematika. Inggris menolak menggunakan notasi Leibniz karena alasan politis, dan akibatnya matematika Inggris tertinggal jauh dari Eropa selama hampir satu abad.

Sebaliknya, notasi Leibniz diadopsi oleh matematikawan besar seperti Euler dan Lagrange, dan menjadi dasar kalkulus modern.

Ironisnya, cara Leibniz menuliskan kalkulus justru memastikan keabadiannya, sementara metode Newton perlahan ditinggalkan.

(damar) '

Sumber:


1. The Calculus Wars: Newton, Leibniz, and the Greatest Mathematical Clash of All Time

2. The History of the Priority Dispute between Newton and Leibniz

3. Philosophers at War: The Quarrel Between Newton and Leibniz (A. Rupert Hall)

4. The History of the Calculus and Its Conceptual Development (Carl B. Boyer & Uta C. Merzbach)

Posting Komentar untuk "Newton, Leibniz, dan Pertarungan Sunyi di Balik Lahirnya Kalkulus"