Radikalisme: Adakah Akarnya di Indonesia?

Stop terorisme dan radikalisme/ilustrasi. (foto: pixabay)

JAKARTA -- Tindakan radikalisme kembali mencederai Tanah Air, setelah Indonesia terbebas dari tindakan tersebut sepanjang tahun 2022, ketika seorang ‘lone-wolf’ melakukan serangan bunuh diri (7 Desember 2022) di Kantor Polisi Sektor (Polsek) Astana Anyar, Bandung. Dalam insiden tersebut, seorang anggota polisi gugur, sementara sembilan anggota lain dan seorang warga sipil terluka.
 
Pada tingkat regional dan global tindakan-tindakan radikalisme tersebut juga telah cenderung menurun, setelah Al-Qaeda dan ISIS (Daesh) kehilangan pijakan antara lain di Afghanistan, Irak, dan Libya. Penurunan kegiatan terorisme tersebut terjadi bersamaan dengan tewasnya para pemimpin mereka (Abu Bakr al-Baghdadi, Ayman al-Zawahiri, dan Abu Ibrahim al-Quraishi) serta pengambil-alihan Afghanistan dari pasukan internasional, pimpinan Amerika Serikat, oleh Taliban.

"Pecah dan merebaknya pandemi Covid-9 telah pula turut menon-aktifkan aksi-aksi terorisme Al-Qaeda dan ISIS," ujar Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto, Jumat (23/12/2022).
 
Kelompok teroris yang beroperasi dan berbasis di Indonesia yang berafiliasi kepada ISIS adalah Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Kelompok ini tercatat setidaknya mensponsori dua insiden bom bunuh diri, masing-masing di Surabaya (2018), dan Gereja Katedral Jolo, Filipina (2019).
 
Mendekati, memahami, dan memerangi radikalisme memang harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan multidimensional, meliputi antara lain: agama, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Memotret persoalan radikalisme hanya dari satu perspektif hanya membuat penanganannya menjadi parsial.

Apalagi dalam kasus Indonesia, pihak-pihak terkait telah mengakui program deradikalisasi ternyata tidak mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Pelaku bom bunuh diri di Polsek Astanya Anyar, Bandung, misalnya, justru dilakukan oleh seorang residivis atau mantan narapidana tindak pidana terorisme (napiter).
 
Jika tidak ditangani secara holistik, peristiwa tersebut berpotensi untuk kembali membangkitkan trauma di tengah-tengah masyarakat, yang saat ini juga mulai dihantui oleh kesulitan ekonomi. Seperti diketahui, para pakar ekonomi telah meramalkan bahwa seluruh negara di dunia – tidak terkecuali Indonesia – akan diserang resesi ekonomi global, sebagai akibat dari pandemi Covid-19 dan perang Rusia – Ukraina yang terus berkecamuk, yang telah merusak rantai pasok enerji dan pangan dunia.
 
Untuk itu, radikalisme, yang pada umumnya berujung pada tindak kekerasan harus segera ditanggulangi. Kebebasan mengakses informasi di dunia maya saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi media, seakan memfasilitasi berkembangnya pandangan radikal.

Jajak pendapat Harian Kompas (April 2021) menunjukkan bahwa sebanyak 40,6 persen responden menilai internet dan media sosial mendorong terjadinya radikalisasi diri (self-radicalization), yang pada gilirannya mendorong mereka menggagas aksi terorisme. Ideologi menempati urutan tertinggi (37,6% persen) menyusul tekanan ekonomi (26,5 persen), sebagai faktor yang paling mendorong pelaku melakukan aksi teror.
 
Moya Institute, sebuah lembaga think-tank independen, akan mengkaji persoalan tersebut di atas dalam suatu Webinar Nasional dengan tema ‘Radikalisme: Adakah Akarnya di Indonesia?’, Webinar nasional tersebut akan digelar pada hari Jumat, 23 Desember 2022 pukul 16:00 – 18:00 WIB, dengan menghadirkan tokoh dan pakar yang berkompeten di bidangnya, yaitu:
 
Pembicara:
 
1. Prof. Dr. Abdul Mu'ti (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah);
2. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia);
3. Mahfudz Siddiq (Politikus Reformasi).
 
Penanggap:
Prof Imron Cotan (Pemerhati Isu-isu Strategis dan Global)
 
Pemantik Diskusi:
Hery Sucipto (Direktur Eksekutif Moya Institute)
 
Moderator:
Tasya Syarif (Presenter RTV)
 
Webinar dapat diikuti melalui:
 
Link Zoom: https://s.id/1se6R
Meeting ID: 882 1734 8301
Passcode: Ak4rMoya
 
Link Youtube: https://youtu.be/OXDYXP-byxA

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.