Mendagri Tito Karnavian Tegaskan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Cerminan Maju atau Mundurnya Suatu Wilayah

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Muhammad Tito Karnavian saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025 yang berlangsung secara virtual dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (8/5/2025). (Foto: Puspen Kemendagri)
 

JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Muhammad Tito Karnavian menyatakan, pertumbuhan ekonomi merupakan indikator utama dalam menilai apakah suatu daerah mengalami kemajuan atau justru kemunduran. Hal ini disampaikannya saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025 yang berlangsung secara virtual dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (8/5/2025).

"Kalau pertumbuhan ekonominya maju berarti negara itu akan maju atau daerah itu akan maju," ujar Mendagri.

Mendagri menjelaskan, pertumbuhan ekonomi yang positif namun masih rendah menunjukkan kemajuan yang berjalan lambat, sedangkan pertumbuhan yang negatif mencerminkan adanya tantangan serius dalam pembangunan. Ia menyebut ada provinsi yang mencatatkan pendapatan tertinggi secara nasional, tetapi mengalami pertumbuhan ekonomi negatif akibat rendahnya penyerapan belanja daerah.

"Artinya uangnya disimpan di bank, enggak beredar di masyarakat. Akibatnya ini pertumbuhan ekonomi yang negatif," jelas Mendagri.

Menurut Mendagri, rendahnya serapan belanja daerah kerapkali disebabkan oleh lemahnya koordinasi antarorganisasi perangkat daerah (OPD). Untuk itu, kepala daerah diminta segera mengonsolidasikan seluruh OPD agar menyusun skenario percepatan belanja, terutama jika realisasi pendapatan daerah sudah tinggi.

Mendagri juga menekankan pentingnya evaluasi internal untuk mempercepat peningkatan pendapatan, baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), transfer dari pemerintah pusat, maupun sumber lainnya seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Dalam konteks tersebut, Mendagri kembali mengingatkan pentingnya efisiensi anggaran. Namun, ia menegaskan bahwa efisiensi bukan berarti menyimpan anggaran, melainkan mengalihkan belanja yang tidak penting, seperti kegiatan seremonial, ke program-program prioritas yang berdampak langsung kepada masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan penciptaan lapangan kerja.

Mendagri juga menyoroti pentingnya konsumsi rumah tangga sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Ia menyebut konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 54 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. "Untuk bisa mendorong daya beli masyarakat, maka perlu ada uang yang beredar di masyarakat. Uang yang beredar di masyarakat bisa dari swasta dan dari pemerintah," jelasnya.

Selanjutnya, Mendagri meminta kepala daerah untuk rutin memantau data pertumbuhan ekonomi dan inflasi di wilayah masing-masing. Keduanya merupakan indikator penting yang saling terkait dalam menciptakan stabilitas ekonomi daerah. "Artinya kalau misalnya kita bicara biaya hidup, bicaranya masalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Maka harus dipegang dua data itu."

Terakhir, Mendagri kembali menegaskan pentingnya percepatan belanja yang menyasar kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Program bantuan sosial, baik dalam bentuk tunai maupun non-tunai, harus segera disalurkan agar daya beli masyarakat meningkat.

"Supaya daya beli masyarakat yang kurang mampu meningkat. Mereka enggak tertekan. Dan itu akan meningkatkan angka konsumsi rumah tangga yang kontribusinya lebih dari 50 persen angka pertumbuhan ekonomi, baik pusat maupun daerah," pungkas Mendagri.



(rilis/eye)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.