Bincang-Bincang Ringan dengan Ilhan Omar, Anggota Kongres Amerika

Anggota Kongres Amerika Serikat, ILhan Omar. (foto: ap/ j scott applewhite)

Oleh Imam Shamsi Ali *)

Walaupun judulnya “bincang-bincang ringan” sesungguhnya pembicaraan dengan Congresswoman Ilhan Omar malam itu sangat serius dan seru. Berbagai isu keumatan, baik domestik maupun gobal menjadi pembicaraan yang spontan, santai, tapi serius.

Ilhan Omar adalah satu dari tiga anggota Kongress Amerika (semacam DPR) yang beragama Islam. Uniknya lagi, dua dari tiga anggota itu adalah wanita. Dan lebih unik lagi Ilhan adalah pengungsi (refugee) dari Somalia yang datang ke Amerika Serikat di saat masih berumur 7 tahun. Tentu yang juga membanggakan karena Ilhan yang berdarah Yaman-Somalia ini konsisten dengan ajaran Islam di antaranya tetap memakai hijab.

Pertemuan semalam (Minggu malam) itu sebenarnya diinisiasi oleh YAMA (persyarikatan warga Yaman di Amerika Serikat). Pertemuan terbatas itu hanya diikuti 15 orang, dan satu-satunya non Yaman adalah saya. Kehadiran saya karena selain memang kenal dekat Ilhan sejak 3 tahun terakhir, juga kedekatan saya dengan warga Yaman di Kota New York.

Sebagai satu-satunya imam yang hadir saya diminta membuka dengan doa. Saya memilih membaca dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah. Sebelum membaca saya jelaskan bahwa ayat ini relevan dengan situasi Ilhan yang berusaha melakukan yang terbaik. Tapi kita juga sadar dengan keterbatasan kita sebagai manusia. Dan karenanya kita mengembalikan segala urusan kepada Pemilik langit dan bumi untuk memberikan pertolongannya (wanshurna alal qaumil kaafiriin).

Ilhan kemudian memulai pengantar singkatnya dengan mengatakan bahwa beliau selalu merasa sebagai orang biasa. Mungkin bagi banyak orang menjadi anggota Kongress itu sesuatu yang luar biasa. “Tapi bagi saya, kesempatan ini tidak mengubah siapa saja”.

Beliau kemudian mengenang kembali masa kecilnya di Somalia. Bagaimana harus berlari bersama keluarganya ke sana kemari untuk menyelamatkan diri. Beliapun menyebutkan bahwa Ibunya adalah keturunan Yaman. Ayahnya yang asli Afrika (Somalia). Singkatnya Allah mentakdirkan dirinya bersama keluarga diterima untuk menjadi pengungsi di Amerika.

Perjalanan hidupnya yang pahit menjadi cambuk baginya untuk melakukan perubahan. Maka sejak di sekolah menengah hingga mahasisiwi selain sungguh-sungguh belajar, juga aktif dalam berbagai kegiatan kampus dan komunitas. Semua ini menjadi inspirasi baginya untuk mengambil bagian di dunia kontestasi politik. Singkatnya beliau pun terpilih menjadi anggota kongress mewakili Minnesota dengan pemilih yang tidak seperti selama ini disangkakan. Banyak yang menyangka jika pemilih beliau mayoritasnya warga Somali. Ternyata 90 persen konstituen Ilhan itu dari White Americans (warga kulit putih).

Menjadi anggota Kongress Amerika juga bukan jalan mudah. Ternyata konstestasi beliau untuk menjadi anggota Kongress adalah kontestasi termahal. Untungnya beliau mendapat dukungan penuh dari para konstituennya. Termasuk dukungan dari banyak pihak, seperti Komunitas Muslim dan Afrika secara umum. Sebenarnya acara malam itu juga bagian dari penggalangan dana untuk campaign beliau.

Setelah terpilih juga sangat tidak mudah. Di antara tantangan itu adalah karena beliau satu-satunya anggota Kongress Muslimah dan berhijab. Artinya mau atau tidak, keislaman itu sangat visible (nampak). Dan ini akan menemukan reaksi negatif dari sebagian anggota Kongress yang masih rasis dan Islamophobik. Bahkan sebagian dari anggota partainya sendiri (Demokrat). Beliau mengisahkan bahwa pernah dalam elevator ada seorang anggota Kongress yang berbisik ke telinganya: “you don’t deserve to be here” (kamu ngak berhak ada di sini).

Beliau hadapi semua itu dengan kesabaran (kekuatan, bukan kelemahan). Keadaan itu tidak menjadikan beliau lemah dan putus asa. Bahkan beliau terpilih menjadi anggota komite Hubungan Luar Negeri, salah satu komisi yang bergengsi dan terhormat. Posisi inilah yang kemudian beliau jadikan pintu untuk menyuarakan banyak pihak yang termarjinalkan. Termasuk kaum Uighur di China, Kashmir dan Muslim India, hingga ke Umat Muslim Yaman dan tentunya yang klasik isu bangsa Palestina.

Selain tegas dalam membela hak-hak mereka yang termarjinalkan beliau berhasil membangun koalisi di antara anggota Kongress. Koalisi ini memiliki mindset yang sama tentang hak-hak kaum yang termarjinalkan, termasuk bangsa Palestina. Karenanya memang diakui bahwa dalam beberapa tahun terakhir terjadi perubahan itu. Sebagian anggota Kongress, walau minoritas, semakin terbuka mengeritik kesemena-menaan Israel terhadap bangsa Palestina. Sesuatu yang pada masa-masa lalu dianggap tabu dan anti Amerika.

Dalam sesi diskusi saya mengafirmasi perubahan itu. Bahkan saya menekankan bahwa keadaan bangsa Palestina yang semakin runyam saat ini disebabkan oleh sikap sebagian negara-negara Muslim yang memilih berkompromi dengan Israel. Kita kenal beberapa negara mayoritas Muslim telah menandatangani hubungan diplomatik dengan Israel. Dan ini semakin membuka pintu bagi Israel untuk menekan dan membumi hanguskan bangsa Palestina.

Menjawab pertanyaan saya tentang mana yang lebih efektif dalam upaya membela bangsa Palestina. Apakah tetap memboikot hubungan diplomasi atau membangun hubungan diplomasi seraya memperjuangkan hak kemerdekaan mereka?

Secara diplomasi beliau menjawab bahwa “masalah itu kembali kepada masing-masing negara berdasarkan keadaan dan kepentingannya”. Tapi beliau mempertanyakan: “Apakah Israel akan semakin rela memberikan hak-hak Palestina setelah negara-negara Islam membangun hubungan diplomasi?”

Saya baru tersadarkan bahwa posisi tegas Ilhan inilah yang menjadi alasan bagi sebagian pihak untuk menuduhnya dengan “anti semit” atau anti Yahudi. Ternyata bagi sebagian orang mengkritik Israel sama dengan mengkritik kaum Yahudi. Sebuah sikap yang tentunya tidak rasional. Sebab mengkritik kebijakan pemerintah tidak harus identik dengan kritikan kepada agama.

Dalam isu Yaman beliau secara terbuka mengatakan mendapat tekanan dari Saudi Arabia karena kritikan kepada Saudi yang melakukan serangan militer ke Yaman yang berakibat fatal seperti saat ini. Beliau menyampaikan bahwa tekanan Saudi itu justru dirasakan melalui lawan-lawan politiknya di Kongress.

Satu cerita juga yang beliau sampaikan yang secara pribadi cukup mengganggu adalah ketika beliau mengundang beberapa Dubes ASEAN, termasuk Indonesia, untuk membicarakan kaum Uighur. Ilhan meminta negara-negara Muslim ASEAN minimal membuat statemen atau meminta klarifikasi tentang camp-camp konsentration China. Ternyata tak satupun yang bersedia melakukan itu.

Pertemuan malam itu sangat berkesan. Tidak saja bahwa Ilhan Omar dengan posisinya sebagai anggota Kongres sebuah negara super power itu tampil dengan penuh kesederhanaan. Beliau tidak sama sekali memakai “make up” sebagaimana lazimnya wanita dengan posisi itu. Bahkan pakaian beliau pun sangat sederhana dan menyambut semua yang hadir dengan sangat ramah dan terhormat.

Di saat duduk berdua di sesi foto itu, sambil berselfie saya bisikkan. “I am proud of you Sister. And I will continue to support you and pray for you”. Dia memandang saya dengan tersenyum seraya menggenggam kedua telapak tangannya sebagai simbol kedekatan dan “ukhuwah”.

Di penutup diskusi sebenarnya saya juga sampaikan bahwa “legally and constitutionally you do represent your constituents. But morally you do represent all of us American Muslims. And thank you for that great representation on our behalf”.

Ilhan, you did open the door for many of us to follow. Thank you and may Allah continue to strengthen and guide you to take all endeavors that benefit the Ummah and humanity…Allah bless you!

Manhattan City, Amerika Serikat, 27 Februari 2023 



* Presiden Nusantara Foundation

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.