Kisah Pilu Satu Keluarga Palestina, Lari dari Gaza Tinggal di Turki, Meninggal Akibat Gempa

Gempa Turki/ilustrasi. (foto: pixabay)

GAZA -- Dua belas tahun lalu, Abdel-Karim Abu Jalhoum melarikan diri dari perang dan kemiskinan di wilayah Gaza Palestina demi keamanan dan hidup yang layak. Ia lalu tinggal di Antakya, wilayah Turki.

Namun pada Senin (6/2/2023) menjelang Shalat Subuh, gempa dahsyat menggoncang wilayah tenggara Turki yang berbatasan dengan Suriah. Goncangan keras terjadi di seluruh wilayah Turki yang berbatasan dengan Suriah, mulai dari Gaziantep hingga Iskandarun, termasuk Antakya yang juga bagian dari Provinsi Hatay, Turki.

Gempa tersebut dan gempa susulan berikutnya, telah menghancurkan sebagian Turki dan Suriah, tidak terkecuali menewaskan seluruh keluarga Abu Jalhoum.

Kementerian Luar Negeri Palestina mengabarkan, Abu Jalhoum, istrinya Fatima, dan empat anak Jalhoum, termasuk di antara 70 warga Palestina yang ditemukan tewas. Jumlah korban tewas secara keseluruhan dalam gempa tersebut telah melampaui 12.000 jiwa.

"Saudara saya pergi ke Turki untuk mencari kehidupan yang lebih baik jauh dari perang dan blokade di sini, di Gaza," kata saudara laki-laki Jalhoum, Ramzy (43 tahun), kepada kantor berita Reuters, Rabu (9/2/2023).

Ramzy menceritakan kisah tersebut ketika semua kerabatnya dan tetangga di Palestina mendapat kabar duka dari rumah keluarga di Kota Beit Lahiya di Jalur Gaza Utara. "Kami ikut kehilangan keluarga. Seluruh keluarga dihapus dari catatan-catatan sipil," ucapnya.

Jalhoum bekerja sebagai sopir taksi di Gaza tetapi ia memilih berjuang untuk menghidupi keluarga barunya, dengan pergi merantau pada 2010 ke Turki. Di sana, ia bekerja di sebuah pabrik kayu di Antakya.

Ramzy mengisahkankan, di Antakya, Jalhoum hidup cukup baik dan menjanjikan dibanding di Gaza. Ia telah menjadi ayah berusia 50 tahun, istrinya Fatima berusia 33 tahun dan anak-anaknya, Noura 16 tahun, Bara 11 tahun, Kenzi 9 tahun, dan Mohammad anak bungsu yang berusia 3 tahun yang lahir di Turki. Nasib yang baik itu, membuat Jalhoum enam bulan lalu pindah ke apartemen baru bersama keluarga.

Namun malang tak dapat ditolak, saat gempa besar di Senin (6/2/2023) itu, beberapa jam setelah gempa, keluarga besar di Palestina berusaha mati-matian untuk melakukan kontak, memanggil semua orang yang dapat memberikan informasi apapun. Pada akhirnya di hari Selasa (6/2/2023), mereka mengenali keluarga tersebut dalam sebuah foto yang memperlihatka semuanya terkubur di bawah reruntuhan, tak bernyawa.

Dalam gambar tersebut, Jalhoum terlihat memeluk anak-anaknya, tampaknya berusaha melindungi dengan tubuhnya sendiri saat rumah runtuh menimpa semuanya. Hingga kini, tidak ada angka pasti berapa banyak orang Palestina yang tinggal di Turki. Tetapi sebagian besar berasal dari Gaza. Para warga Palestina itu melarikan diri dari wilayah padat. Wilayah perang yang telah menyebabkan ekonomi hancur.

Di rumah keluarga besar Jalhoum di Beit Lahiya, ibu Jalhoum, Wedad, berdoa agar jenazah anak dan cucunya dapat dikembalikan ke rumah untuk dimakamkan. "Saya tidak melihat putra saya atau anak-anaknya selama 12 tahun. Saya ingin melihat mereka dan mengucapkan selamat tinggal," ujar Wedad seraya menangis.


(dvr)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.