Arab Saudi Minta Syarat dan Ketentuan ke AS jika Bersedia Berdamai dengan Israel

Bendera Israel dan Arab Saudi (kanan). (foto: ilustrasi/google.com)


WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) sedang berupaya memperbaiki kembali hubungan Arab Saudi dengan Israel yang belakangan kembali retak, terutama di saat Iran berdamai dengan Arab Saudi atas bantuan China. Namun dalam suatu laporan disebutkan Saudi siap berdamai dengan Israel kembali dengan syarat dan ketentuan berlaku dari AS.

Laporan tersebut menyebutkan Arab Saudi mencari sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh AS sebagai imbalan atas normalisasi hubungannya dengan Israel. Menurut New York Times (NYT), Senin (13/3/2023), Arab Saudi bisa saja menormalkan hubungan dengan Israel jika AS memberikan jaminan keamanan, bantuan dalam program nuklir sipilnya, dan pencabutan pembatasan penjualan senjata ke kerajaan tersebut.

Niat dan kondisi tersebut dilaporkan dan dikomunikasikan ke Washington oleh pejabat senior Saudi tahun lalu, ketika kedua belah pihak berbicara dengan pakar kebijakan di AS seperti anggota Washington Institute for Near East Policy, sebuah badan kebijakan dan pemikir pro-Israel, yang sempat mengunjungi Riyadh pada Oktober 2022 lalu.

Direktur Eksekutif Institut Washington Institute for Near East Policy, Robert Satloff dan anggota delegasi yang berkunjung, kemudian menulis dalam sebuah laporan bahwa para pemimpin senior Saudi pada saat itu mencatat dengan pahit apa yang diyakini sebagai ketidakpedulian AS terhadap masalah keamanan Saudi.

NYT mengutip dua sumber anonim yang mengetahui masalah tersebut, yang mengatakan negosiasi AS dipimpin oleh koordinator Dewan Keamanan Nasional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Brett McGurk, serta pembantu utama Presiden AS Joe Biden untuk masalah energi global, Amos Hochstein.

Putra Mahkota Mohammed bin Salman dilaporkan awalnya memainkan peran langsung dalam negosiasi, tetapi baru-baru ini diambil alih oleh duta besar Saudi di Washington, Putri Reema binti Bandar Al Saud.

Baik AS maupun Arab Saudi belum mengomentari pengungkapan tersebut, tetapi analis telah mencatat jika Biden dan pemerintahannya bersedia memenuhi tuntutan tersebut, Kongres AS kemungkinan akan menjadi batu sandungan utama karena fakta banyak anggota, terutama dari kubu Demokrat, telah menyatakan menentang hubungan khusus dengan Kerajaan Saudi dan telah mendorong untuk menurunkan hubungan intensif tersebut.

Senator Christopher S Murphy, seorang petinggi kubu Demokrat di Connecticut dan anggota Komite Hubungan Luar Negeri, mengomentari Hubungan khusus itu. "Hubungan kami dengan Arab Saudi harus menjadi hubungan bilateral langsung. Itu tidak boleh dilakukan melalui Israel," katanya.

Menurut Murphy, Saudi secara konsisten berperilaku buruk, berulang kali. "Jika kita akan menjalin hubungan dengan Saudi di mana kita melakukan penjualan senjata yang lebih signifikan, itu harus ditukar dengan yang lebih baik. Perilaku terhadap Amerika Serikat, bukan hanya perilaku yang lebih baik terhadap Israel," ujar dia menegaskan.

Rintangan lain yang menonjol untuk kesepakatan semacam itu adalah meningkatnya kekerasan oleh pemukim Yahudi Israel di wilayah Palestina yang diduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Kondisi ini telah menyebabkan bentrokan antara pemukim, yang dilindungi oleh militer Israel, dan warga Palestina.

Bersamaan dengan itu, pasukan Israel telah meningkatkan serangan di kota-kota dan kamp-kamp di Tepi Barat, lebih sering membunuh puluhan warga Palestina. Kenaikan eskalasi itu itu telah mengakibatkan meningkatnya kecaman Saudi terhadap Israel dalam beberapa bulan terakhir. Pihak kerajaan terus konsisten sikapnya itu hanya akan menormalkan hubungan setelah negara Palestina didirikan.

Meskipun NYT melaporkan bahwa sumber-sumber yang mengetahui diskusi tersebut percaya bahwa pihak Riyadh masih bersedia untuk berkompromi atas permintaan itu, namun kecaman Saudi soal Tepi Barat itu, masih tetap menjadi kendala potensial dalam normalisasi hubungan dengan Israel.

Mantan duta besar AS untuk Israel selama pemerintahan mantan Presiden Bill Clinton, Martin Indyk, seperti dikutip oleh surat kabar NYT itu mengatakan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sangat menginginkan Arab Saudi bergabung dengan Abraham Accords, dan dia hanya bisa mendapatkannya dengan bantuan Biden.

Indyk menambahkan, bila hal itu diinginkan Israel, maka akan membuat Biden lebih kuat dari Netanyahu, dan Biden harus membujuk Netanyahu mengurangi eskalasi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Hanya beberapa jam setelah pernyataan itu dirilis, Arab Saudi justru setuju membuat keputusan mengejutkan. Dibantu China, Saudi siap memulihkan hubungan diplomatik dengan Iran. Tampaknya hal ini memberikan hambatan lain untuk hubungan Saudi-Israel, karena Pemerintah Tel Aviv bertaruh pada persaingan Riyadh dengan Teheran sebagai motivasi utama untuk bergabung dengan Abraham Accords. 


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.