Dimediasi China, Iran-Saudi Berdamai dan Segera Buka Kantor Kedutaan

Perwakilan Iran Ali Shamkhani (kanan) dan Arab Saudi Musaad bin Mohammed al-Aiban (kiri) dimediasi oleh diplomat senior China, Wang Yi. (foto: reuters)


BEIJING -- China menyatakan tidak memiliki motif tersembunyi dan tidak berusaha mengisi kekosongan apa pun di Timur Tengah. Pemerintah Beijing sebelumnya menjadi tuan rumah alias mediasi pembicaraan Iran dan Arab Saudi untuk membangun kembali hubungan diplomatik, Jumat (10/3/2023).

Kementerian Luar Negeri China mengutip juru bicara yang mengatakan, Cina tidak mengejar kepentingan egois apa pun. Beijing pun menentang persaingan geopolitik di wilayah tersebut.

China akan terus mendukung negara-negara Timur Tengah dalam menyelesaikan perbedaan melalui dialog dan konsultasi. Tindakan ini dinilai sebagai upaya bersama-sama mempromosikan perdamaian dan stabilitas abadi.

"Kami menghormati status negara-negara Timur Tengah sebagai penguasa kawasan ini dan menentang persaingan geopolitik di Timur Tengah,” ujar pernyataan yang dimuat di laman Kementerian Luar Negeri dikutip AP, Minggu (12/3/2023).

Merujuk pada Amerika Serikat (AS), China menyatakan tidak memiliki niat dan tidak akan berusaha untuk mengisi apa yang disebut kekosongan. "Atau membuat blok eksklusif.”

Juru bicara tersebut menegaskan, Beijing akan terus menyumbangkan wawasan dan proposalnya untuk mewujudkan perdamaian dan ketenangan di Timur Tengah. "Memainkan perannya sebagai negara besar yang bertanggung jawab dalam proses ini," tegasnya.

Perjanjian yang memperbaiki hubungan Iran-Saudi terjadi pada Jumat (10/3/2023). Kesepakatan yang akan membuka kembali kedutaan setelah tujuh tahun dipandang sebagai kemenangan diplomatik besar bagi China karena negara-negara Teluk Arab menganggap AS mengurangi kehadirannya di Timur Tengah.

Menyusul pengumuman itu, diplomat senior China Wang Yi mengatakan, perjanjian itu menunjukkan China adalah mediator yang andal. "Dunia ini memiliki lebih dari sekdar masalah Ukraina dan masih banyak masalah yang mempengaruhi perdamaian dan kehidupan manusia," ujarnya.

China telah banyak dikritik karena gagal mengutuk invasi Rusia dan menuduh AS dan NATO memprovokasi konflik. Namun, di Timur Tengah, negeri yang kini dipimpin Xi Jinping itu dipandang sebagai pihak yang netral, memiliki ikatan kuat dengan Iran dan Arab Saudi, serta Israel dan Otoritas Palestina.

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.