Erdogan: Turki Siap Jadi Tuan Rumah Pembicaraan Damai untuk Sudan


Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (foto: anadolu agency)

 

ANKARA -- Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Turki siap menjadi tuan rumah untuk pembicaraan komprehensif dalam mencapai perdamaian di Sudan. Erdogan menyampaikan hal itu kepada Panglima Angkatan Darat (AD) Sudan, Abdel Fattah al-Burhan, pada Selasa (9/5/2023).

Dalam panggilan telepon dengan al-Burhan, Erdogan mengatakan, Turki akan melanjutkan upaya melalui koordinasi dengan PBB untuk memastikan kebutuhan kemanusiaan mendesak bagi rakyat Sudan terpenuhi.

Erdogan pun menyatakan kesedihan dan keprihatinan atas meningkatnya jumlah korban dari pertempuran antara AD Sudan dengan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Sudan. Evakuasi dan keamanan warga Turki di Sudan juga dibahas oleh Erdogan dalam panggilan telepon dengan al-Burhan.

Turki memindahkan semua pegawainya, terutama petugas keamanan dari Kedutaan Besar di Sudan dengan dukungan al-Burhan. Erdogan lantas menegaskan upaya Turki untuk membantu mengakhiri konflik di Sudan.

"Jika kami tidak mengubah keseimbangan di Libya, jalan-jalan di Tripoli akan tetap seperti ini hari ini. Kami juga berusaha menghentikan perang ini di Sudan," kata Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, dikutip dari Middle East Monitor, Selasa (9/5/2023).

Sebelumnya, kendaraan dinas Duta Besar Turki untuk Sudan, Ismail Cobanoglu, terkena tembakan di Ibu Kota, Khartoum. Tidak ada korban dalam insiden itu dan belum diketahui siapa yang melepaskan tembakan.

Ketidaksepakatan telah muncul dalam beberapa bulan terakhir antara AD Sudan dan RSF, atas integrasi RSF ke dalam Angkatan Bersenjata. Ini merupakan syarat utama perjanjian transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.

Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021 ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri (PM) Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat. Langkah ini dikecam oleh kekuatan politik sebagai kudeta.

Masa transisi Sudan dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar Al-Bashir. Masa transisi tersebut dijadwalkan berakhir dengan diselenggarakannya pemilu pada awal 2024.

 

(dkd)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.