Setara Institute: Selama Ini Pancasila Sering Dikalahkan Kasus Intoleransi

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan. (foto:sinarharapan.co)

JAKARTA -- Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan menyatakan, di Hari Lahir Pancasila, masyarakat Indonesia mesti merefleksikan secara sangat serius bahwa Pancasila sering dikalahkan. Ini terlihat dalam berbagai kasus intoleransi dan secara umum pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB).

"Intoleransi terus mengalami peningkatan dan pelanggaran KBB terus terjadi. Di samping itu, hak asasi manusia yang mendapatkan afirmasi spesifik dalam sila kedua Pancasila juga masih berada pada situasi belum ideal," ujar Halili dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/6/2023).

Sepanjang Mei 2023 misalnya, kata Halili, terjadi beberapa peristiwa intoleransi dan pelanggaran KBB. Pertama, pembubaran ibadah yang dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat terhadap jemaat Gereja Mawar Sharon (GMS) Binjai pada Jumat, 19 Mei 2023, di Kelurahan Satia, Kecamatan Binjai Kota, Kota Binjai, Sumatera Utara.

Kedua, pembubaran ibadah di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon pada hari yang sama di Kelurahan Sidomulyo Timur, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau. Ketiga, pembubaran aktivitas pendidikan Agama Kristen di Gereja Bethel Indonesia (GBI) pada 28 Mei 2023 di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Lalu keempat, pembakaran balai pengajian milik Muhammadiyah di Desa Sangso, Kecamatan Samalanga, yang sebelumnya diawali terjadinya penolakan pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah di desa setempat.

Menurut Halili, situasi semakin mencemaskan jika menilik data riset terbaru Setara Institute di mana intoleransi remaja berbasis sekolah menengah atas (SMA) semakin meningkat.

"Dalam survei terbaru Setara Institute di lima kota terpilih pada Januari-Februari 2023, jumlah pelajar intoleran aktif di sekolah tingkat menengah atas (SMA) dan sederajat meningkat dari 2,4 persen pada survei isu yang sama pada 2016 menjadi 5,0 persen. Sementara yang terpapar ekstremisme kekerasan juga meningkat dari 0,3 persen pada survei 2016, menjadi 0,6 persen pada survei tahun 2023," jelas Halili.

Selain itu, lanjut Halili, situasi kemanusiaan di Indonesia masih menjadi persoalan. Data Indeks Kinerja Hak Asasi Manusia (HAM) terbaru yang dihasilkan kolaborasi Setara Institute dan International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) menunjukkan bahwa skor indeks kinerja HAM Indonesia sebesar 3,3 poin pada 2022. Nilai tersebut memang meningkat tipis 0,3 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 3 poin.

"Namun demikian, dalam rumpun hak sipil dan politik (sipol) masih banyak kategori hak yang masih problematik, misalnya hak atas kebebasan berekspresi yang berada pada skor indeks 1,5. Begitu pula dengan rumpun hak ekonomi sosial dan budaya (ekosob), seperti hak atas tanah yang memiliki skor indeks 2,2 dan hak atas budaya yang berada pada skor indeks 3,2," kata Halili.

Halili menambahkan, fenomena umum tersebut mengundang perhatian besar pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama secara bergotong royong mengatasi persoalan.

"Refleksi serius juga mesti dilakukan, terutama oleh pemerintah, pada hari lahir Pancasila dan bulan Pancasila 2023 ini. Berkenaan dengan hal itu, Setara Institute menyampaikan beberapa poin pernyataan sebagai berikut," kata Halili.

Pertama, Setara Institute mengecam keras terjadinya berbagai peristiwa intoleransi dan pelanggaran KBB, terutama pembiaran yang dilakukan oleh negara, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Berbagai peristiwa intoleransi dan berbagai pelanggaran KBB atas minoritas setempat dapat dan harus dicegah serta diselesaikan dengan baik hanya jika pemerintah mengambil peran proaktif dan tidak tunduk kepada tekanan kelompok-kelompok intoleran.

"Dalam berbagai peristiwa intoleransi dan pelanggaran KBB, nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kesatu, lebih sering dikalahkan dan dikorbankan justru oleh aparatur negara sendiri," jelas Halili.

Kedua, meningkatnya level intoleransi dan keterpaparan ekstremisme kekerasan generasi muda, dalam pandangan Setara Institute, menunjukkan masih rendahnya kinerja pembumian dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila.

Kinerja kelembagaan dan aktualisasi Pancasila dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat patut dipersoalkan. Perlu substansiasi pada program-program pembinaan dan implementasi Pancasila yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di tiga pusat (tri sentra) pendidikan, yaitu lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

"Dalam pandangan Setara Institute, kinerja pembinaan dan impelementasi Pancasila di kalangan anak muda lebih banyak bersifat simbolik dan festivalis," kata Halili.

Ketiga, Setara Institute mengapresiasi setinggi-tingginya kinerja beberapa kota dan pemerintah daerah yang telah menunjukkan antusiasme dan kinerja konkret dalam mempraktikkan dan mempromosikan toleransi di daerahnya masing-masing.

"Namun demikian, dalam studi Indeks Kota Toleran, kami menemukan bahwa masih banyak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tidak memiliki visi Pancasila dan tidak menjadikan toleransi sebagai standar kinerja pemerintah kota dan pemerintah daerah secara umum. Di samping itu, di tingkat pemerintah pusat juga terdapat kecenderungan masih tingginya ego-sektoral antar kementerian dan lembaga serta kecenderungan tertutup dari partisipasi bermakna masyarakat sipil," jelas Halili.

Keempat, dalam pandangan Setara Institute, implementasi Pancasila harus selaras dengan perbaikan situasi pemenuhan, penghormatan, dan pemajuan hak asasi manusia. Tidak ada keraguan, sila kedua Pancasila telah secara spesifik memberikan afirmasi bahwa tata kelola pemerintahan negara harus berbasis pada kemanusiaan yang adil dan beradab.

"Berkenaan dengan itu, Setara Institute memandang bahwa hak asasi manusia mesti menjadi standar dalam tata kelola pemerintahan negara. Semakin tinggi penghormatan negara terhadap hak asasi manusia, akan semakin tinggi juga apresiasi rakyat terhadap keseriusan negara dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dan akan semakin besar dukungan publik terhadap Pancasila," ujar Halili.

Dalam konteks itu, lanjut Halili, pemerintah mesti mengambil tindakan yang presisi untuk mengatasi persoalan-persoalan riil yang dapat merusak dukungan publik terhadap Pancasila. Antara lain dengan melakukan evaluasi serius terhadap kebijakan atau regulasi yang problematik, misalnya, Peraturan Bersama Menteri 2006 tentang pendirian rumah ibadah yang nyata-nyata memicu terjadinya intoleransi, diskriminasi, dan persekusi.

Dan kelima, dalam pandangan Setara Institute, partisipasi substantif masyarakat sipil dan swasta merupakan elemen krusial dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Dalam kerangka itu, pemerintah, swasta, dan elemen masyarakat sipil, termasuk ormas keagamaan, mesti berkolaborasi dan membangun sinergi strategis dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.

"Kerja-kerja swasta dan masyarakat sipil merupakan pilar penopang penting ketika nilai-nilai Pancasila justru ‘dikalahkan’ atau untuk melakukan pendidikan publik yang lebih luas agar nilai-nilai Pancasila semakin dikuatkan," kata Halili menegaskan.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.