Membangkitkan Sikap Pantang Menyerah: Perspektif Teori Komunikasi

Danau Toba, Sumatera Utara (Foto: Zaky Al Hamzah)


Oleh Zaky Al Hamzah *)
 
 

Pada 3 Desember 2021 hingga 19 Desember 2021, penulis berkesempatan mengunjungi 6 lokasi berbeda dalam rangka penyusunan sebuah buku. Kunjungan pertama di Pelabuhan Merak (Banten); Pelabuhan Bakauheni (Lampung); Danau Toba (Sumut), Labuan Bajo (NTT), Sorong serta Raja Ampat (Papua Barat). Kunjungan ini menambah daftar lokasi yang pernah penulis kunjungi di Indonesia, yakni menjadi 29 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia.

Dari keenam lokasi yang baru dikunjungi serta dari puluhan provinsi sebelumnya, penulis meresapi spirit perjuangan hidup dan pantang menyerah dari warga setempat di masing-masing daerah. Spirit yang menunjukkan karakter tangguh, gigih, dan ulet dalam melanjutkan kehidupan saat kondisi normal maupun menghadapi tantangan maupun kendala.

Seperti kondisi Indonesia ketika menerima cobaan pandemi Covid-19 selama 3 tahun sejak 2020. Keberadaan semangat mereka yang tetap berkarya dan mencipta selama masa pandemi Covid-19 di era digital ini tidak terlepas dari jalinan panjang secara turun-termurun dari warisan leluhurnya selama ratusan hingga ribuan tahun yang lampau.

Penulis mencatat adanya benang merah dari kunjungan riset sekaligus wawancara dengan warga sekitar di keenam daerah tersebut. Masyarakat Indonesia –-yang berasal dari ribuan suku-- memiliki spirit pantang menyerah, ketangguhan, dan kebertahanan yang kokoh dari zaman ke zaman.

Modal ini menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang transformatif, adaptif, tangguh, lincah (agile), dan kolaboratif. Sejak lama, kini, dan nanti. Penulis kupas kelima karakter ini yang bersumber dari spirit masyarakat di keenam daerah tersebut. Kendati nilai-nilai karakter ini juga penulis temui ketika berkunjung di daerah lain.       

1. Transformatif

Kata transformasi kini menjadi rumusan wajib bagi individu, organisasi maupun perusahaan serta sebuah negara agar tetap eksis dan berkelanjutan di masa kini maupun mendatang. Secara definisi, transformasi merupakan sebuah proses perubahan secara bertahap atau berangsur-angsur sehingga mencapai hasil optimal atau tertinggi (yang diharapkan/ideal).

Perubahan dilakukan secara berproses, bertahap, dan berjenjang dengan durasi waktu tertentu. Perubahan bisa berlangsung dari dalam (internal) maupun luar (ekternal). Pemikiran transformatif memungkinkan individu, tim maupun organisasi ketika melakukan perubahan, menghasilkan kinerja/karya terbaik, serta meraih sukses yang berkelanjutan. Diawali dari invididu yang transformatif, kemudian membentuk kelompok atau masyarakat yang transformatif.

Karena karakter merupakan hal yang dinamis. Begitu juga dengan karakter yang transformasi, selalu berubah dan dinamis mengikuti perkembangan zaman. Penulis menemukan nilai-nilai transformatif saat mengujungi Merak dan Bakauheni.

Merak merupakan wilayah yang berada di ujung Barat Pulau Jawa. Tepatnya terletak di wilayah administrasi Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Sedangkan Bakauheni terdapat di Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Terletak di ujung selatan dari Jalan Raya Lintas Sumatra, pelabuhan Bakauheni menghubungkan Sumatra dengan Jawa via perhubungan laut.

Sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang, Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni merupakan pelabuhan yang masih beroperasi dalam pendistibusian barang (logistik), jasa dan manusia serta tempat bersandarnya kapal-kapal besar. Semula di zaman penjajahan Belanda, kedua pelabuhan hanya untuk mengirimkan barang hasil pertanian dan perkebunan dari Sumatera ke Jawa. Kemudian, pengiriman barang setengah jadi atau jadi dari Jawa yang akan didistribusikan ke seluruh Pulau Sumatera.

Zaman berubah. Kebutuhan juga mengalami perubahan. Begitu juga dengan layanan penyeberangan laut. Seiring perjalanan zaman, kedua pelabuhan ini mulai menyediakan layanan jasa penyeberangan manusia dan kendaraan bermotor (truk, mobil penumpang dan sepeda motor).

Pengelola di kedua pelabuhan melakukan transformasi layanan. Pengelola pelabuhan melakukan transformasi budaya dan digital seperti peningkatan kualitas layanan pada bisnis pengelolaan pelabuhan maupun kapal. Pada transformasi pengelolaan pelabuhan, pengguna jasa penyeberangan Bakauheni-Merak kini sudah disediakan pilihan, memakai kapal jalur reguler maupun kapal ekspres atau disebut kapal eksekutif.

Masih spirit transformasi dari aspek ini. Penumpang kapal atau pengantar juga bisa menikmati sarana pendukung pelabuhan yakni kafe, resto, tempat belanja, dan pemandangan yang indah seperti layaknya tempat rekreasi. Sehingga, penumpang atau pengantar tidak bosan kala menunggu jadwal keberangkatan kapal menuju tujuan. Pun demikian, ketika menumpang kapal ekspres atau kapal eksekutif, penumpang juga dimanjakan dengan fasilitas yang tersedia. Pendekatan lain transformasi pelayanan adalah transformasi digital. Calon penumpang sejak tahun 2020 bisa membeli tiket secara digital melalui aplikasi Feryzi.

Menteri BUMN, Erick Thohir, mengatakan BUMN selaku penyedia jasa wajib memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat sebagai bagian dari world class service. “ASDP salah satunya yang mulai melakukan transformasi, mengubah wajah penyeberangan laut menjadi lebih modern,” ujarnya pada peresmian Feryzi, Sabtu, 25 Juli 2020. Menurut Erick, Ferizy merupakan bagian dari program digitalisasi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Salah satunya misinya adalah mengubah culture pengguna jasa penyeberangan untuk melakukan reservasi dan pembelian tiket secara online.

Penulis melihat dan merasakan langsung hasil dari langkah-langkah transformasi di Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni. Para penumpang pun lekas beradaptasi dengan transformasi digital dalam membeli tiket kapal.

Sebagai imbalannya, para penumpang menikmati hasil transformasi kala menikmati semua layanan kapal penyeberangan dari dan ke Merak-Bakauheni atau sebaliknya. Kini, penulis membaca dan memperhatikan gerakan transformasi berlangsung hampir terjadi di semua perusahaan di Indonesia (khususnya BUMN) maupun organisasi, agar bisnisnya tetap berlanjut saat dan setelah menghadapi pandemi Covid-19.

2. Adaptif

Penulis temui nilai-nilai adaptif ketika mengunjungi Obyek Wisata Budaya Batu Kursi Raja Siallagan di Huta Siallagan. Huta Siallagan adalah sebutan Kampung Siallagan, kampung tradisional yang berusia ratusan tahunan. Lokasinya di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Pulau Samosir, Provinsi Sumatera Utara.

Di Huta Siallagan terdapat Rumah Bolon, yakni rumah adat Suku Batak di Provinsi Sumatera Barat. Di depan rumah ini terdapat ornamen atau hiasan binatang cicak. 


Filosofi binatang ini mengibaratkan orang Batak maupun keturunannya bak binatang cicak yang ada di mana-mana. Merayap di dinding rumah ukuran apa saja, baik rumah kecil, sedang atau besar. Artinya, masyarakat Batak bisa ditemui dengan mudah dan cepat beradaptasi, baik di pemukiman desa, perkampungan atau perkotaan hingga luar negeri. Bahkan, sikap orang Batak dikenal keras namun tegas, laksana cicak yang mampu bertahan dan ulet menghadapi kehidupan yang keras.     

Masih seputar bangunan Rumah Bolon. Penulis memperhatikan atap Rumah Bolon. Sekilas, bentuknya terlihat seperti sebuah perahu. Dari aspek arsitektur, terdapat 2 runcing di bagian atap Rumah Bolon; runcing depan dan runcing belakang. Runcing depan melambangkan orang tua. Runcing belakang melambangkan anak.

Menariknya, ketinggian runcing belakang lebih tinggi sekitar 1 jengkal dibandingkan runcing belakang. Makna filosofisnya adalah Harapan atau Masa Depan atau Keberlanjutan. Orang Batak berharap agar orang tua dapat membimbing anaknya. Sehingga, ketika anak memasuki usia dewasa, dia harus bias lebih sukses dan lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang tuanya.

Di Suku Batak juga dikenal istilah Hagabeon. Hagabeon memiliki arti harapan untuk memiliki anak hingga cucu yang baik dan berusia panjang. Panjangnya usia yang dimiliki diharapkan mampu melahirkan generasi yang baik. Para leluhur masyarakat suku Batak berharap generasi penerusnya harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya di manapun ia berada. Bisa beradaptasi secara cepat sehingga mudah diterima di lingkungan barunya.

Umum diketahui, sebagian masyarakat Suku Batak suka merantau ke daerah lain. Maka, di daerah perantauan tersebut Suku Batak diharapkan bisa beradaptasi dengan lingkungan dan dengan masyarakat setempat. Sehingga, akan tetap berbaur-bertahan-memberi manfaat, dalam situasi dan kondisi apapun. Masyarakat Batak harus dapat bergaul dengan siapa saja dan menyikapi dengan bijak perbedaan-perbedaan yang ada dalam suatu lingkungan. Tujuannya adalah bisa hidup di mana saja. Hal ini terbukti dengan kekerabatan masyarakat Suku Batak yang masih sangat kuat sampai saat ini.

Peter Drucker pernah berkata; “if you don't change you will die”. Jika Anda tidak berubah maka Anda akan mati. Bila generasi muda tidak bias berubah atau beradaptasi dari tuntutan lingkungan eksternalnya, maka dia akan terlindas zaman. Mereka yang mampu mengikuti perubahan, maka dipastikan akan survive (bertahan). Sebaliknya, bagi yang berdiam diri atau tak berubah, maka akan tertinggal. Hal ini menegaskan bahwa karakter adalah sesuatu yang dinamis. Karakter bisa dibentuk dan dapat berubah.

Di tingkat nasional, kita mengetahui karakter hebat dari masyarakat yang memiliki garis keturunan Suku Batak dengan kearifan lokal yang mudah berubah (transformatif) seiring perubahan zaman. Tercatat ratusan tokoh berdarah Suku Batak memiliki kontribusi dalam membangun Indonesia, seperti Luhut Binsar Panjaitan (pejabat), Chairul Tanjung (pengusaha), para pengacara yakni Hotman Paris Hutapea, Juan Felix Tampubolon, Adnan Buyung Nasution, Hotma Sitompul, Ruhut Sitompul, Minola Sebayang dan Otto Hasibuan, maupun Penulis Buku Raditya Dika. Tentunya, selain Suku Batak, sikap adaptif juga terdapat pada suku-suku lain.

3. Tangguh

Ketika bertugas ke Sorong, Papua, Barat, Penulis mendapat ajakan untuk mengunjungi Wisata Alam Sungai Kali Biru. Lokasinya terletak di pedalaman hutan Raja Ampat, tepatnya dekat dengan Kampung Warsambin, Distrik Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

Bagi masyarakat setempat, Kali Biru memiliki sebutan berbeda-beda bagi masyarakat setempat. Ada warga yang menyebut dengan Waiyal. Wai berarti “Air”, dan Yal artinya “Tahu apa yang terjadi esok hari”. Pendduduk lain memberi nama Kali Biru dengan Warabiar. Dalam bahasa Papua, Warabiar artinya “jernih”.

Dalam sebuah sejarah, penamaan Raja Ampat dihubungkan dengan empat pulau besar di Raja Ampat. Yakni Pulau Waigeu, Pulau Solawati, Pulau Batanta, dan Pulau Misol. Sedangkan, seorang tokoh adat suku maya, Yohanes Goran Gaman, dalam penjelasannya kepada wartawan di Sorong, Papua Barat, Sabtu (20/10/2012), dikutip dari situs www.detik.com, menyatakan asal-usul Raja Ampat tak bisa dilepaskan dari suku asli yang mendiami pulau terbesar di Raja Ampat, Waigeu. Yakni suku Maya.

Menurutnya, Suku Maya adalah sebutan untuk suku asli Raja Ampat. Berasal dari kata "Mam" dan "Ya", yang artinya, "Bapa sesungguhnya saya ada". "Suku maya berasal dari Teluk Mayalibit berarti Kamar atau Ruangan. Kamar untuk orang-orang Naya," kata Yohanes Goran Gaman.

Sikap tangguh warga Raja Ampat bisa ditelusuri dari Suku Maya – kependekan dari Mayalibit. Menurut penuturan Abraham Goran Gaman, sebelumnya orang Suku Maya tinggal di pedalaman hutan dan gunung. Kemudian, baru sebagian warga memutuskan tinggal pantai pada abad ke-19. Abraham Goran Gaman adalah tokoh adat generasi ke-7 Suku Maya yang juga adik Yohanes.  

Selama tinggal di hutan dan gunung, warga Suku Maya tinggal di rumah atap sederhana. Selang, beberapa periode, warga Suku Biak menjelajah lautan Papua bagian Barat dengan perahu. Kehadiran Suku Biak membuat orang Suku Maya mulai mengenal perahu lebih jelas dan berani turun ke pantai. Terjadi interaksi warga Suku Biak dengan warga Suku Maya. Kemudian, warga Suku Maya juga mengenal alat pancing. Semula, warga Suku Maya berburu ikan dengan alat tombak atau panah. Memasuki abad ke 19, masyarakat asli Raja Ampat semakin terampil dan terdidik, berlahan menjadi masyarakat bahari yang tangguh.

Pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia tahun 2021, Bupati Kabupaten Raja Ampat Abdul Faris Umlati, SE mengimbau masyarakat untuk kuat dan tangguh serta tidak kalah semangat dalam mengisi kemerdekaan pada masa Pandemi Covid-19. "Kita tetap menjadi warga masyarakat Raja Ampat yang kuat, tangguh dan tumbuh dalam kehidupan kita sebagai warga masyarakat menuju Raja Ampat yang sejahtera, kuat dan tumbuh dalam semua aspek-aspek kehidupan kita,” ujar Bupati AFU, sapaan Abdul Faris Umlati usai mengikuti Upacara Penurunan Bendera Peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan ke-76 RI di Kantor Bupati Raja Ampat, Selasa, (17/8/2021).

4. Lincah (Agile)

Penulis merasakan aura spirit lincah atau agile ketika berkunjung ke Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) serta berbincang dan berinteraksi dengan warga setempat. Labuan Bajo menjadi salah satu destinasi wisata laut Indonesia yang eksotis.

Catatan tertua yang menyebutkan nama "Labuan Bajo" terdapat dalam sebuah laporan berjudul "Koloniale Jaarboeken Maandschrift tot Verspreiding van Kennis der Nederlansche en Buitenlandsche Overzeesche Besittingen" yang ditulis oleh Jacques Nicolas Vosmaes di tahun 1862. Dalam artikel tahun 1833 dilaporkan sebuah perjalanan laut menuju ‘Laboean Badjo’. Sumber lain menyebutkan, penggunaan nama dan sejarah Labuan Bajo tidak lepas dari Flores – pulau Cabo de Flores dalam bahasa Portugis.

Secara bahasa, "Labuan" berasal dari kata "labuhan" yaitu desa yang dijadikan tempat berlabuh bagi orang-orang yang berasal dari Bajo dan Bugis Sulawesi Selatan. Maka itu, desa ini lebih dikenal sebagai "Labuan Bajo". Suku bangsa ini merupakan kelompok etnis nomaden di tengah laut. Sehingga, banyak yang menyebutnya "Gipsi Laut". Mereka berasal dari Kepulauan Sulu di Filipina yang bermigrasi ratusan tahun lalu ke Sabah dan seluruh penjuru dunia, bahkan hingga ke Kepulauan Madagaskar.

Ada pula yang menyebut Suku Bajo adalah perpustakaan terlupakan yang dipenuhi harta karun pengetahuan kelautan. Karena karakter ulung dan kelincahannya ini, mereka menguasai wilayah pesisir di sejumlah daerah di Indonesia.

Selain di Pulau Komodo dan Manggarai Barat, Suku Bajo --yang gemar mengembara di tengah laut dengan sebuah Sope ini-- juga bisa ditemui di Pulau Seraya, Boleng, dan Longos di Nusa Tenggara Timur, di perairan Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Kalimantan Timur (Berau, Bontang) dan Kalimantan Selatan (Kota Baru), serta wilayah lain Indonesia bagian timur.

Sope adalah perahu bercadik ganda (kiri dan kanan) dilengkapi dengan layar berbentuk segi empat untuk penggerak laju perahu. Sejarawan dari UIN Raden Intan Lampung, Rahman Hamid, dikutip dari situs www.cnnindonesia.com, memberi pujian terhadap sikap Orang Bajo dengan sebutan, "Mereka kekuatan Bahari yang sangat diandalkan, baik terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam."

Pada awalnya, Labuan Bajo merupakan salah satu desa dari 19 desa dan kelurahan di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, NTT. Seiring berkembangnya pemukiman penduduk, Labuan Bajo akan diusulkan menjadi Kota Labuan Bajo. Labuan Bajo menjadi destinasi wisata yang eksotis, sehingga terkenal ke mancanegara. Labuan Bajo kini dipersiapkan menjadi kota, dengan fasilitas transportasi dermaga, pelabuhan bahkan bandar udara.

Pemerintah memasukkan Labuan Bajo sebagai super prioritas Kawasan Srategis Pariwisata Nasional (KSPN) selain Danau Toba (Sumatera Utara), Borobudur (Jawa Tegah), Mandalika-Lombok (Nusa Tenggara Barat) dan Likupang (Sulawesi Utara). Labuan Bajo juga difokuskan menjadi pariwisata yang berkualitas serta menerapkan CHSE (Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan)). Sebagai persiapan menyambut Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 dan ASEAN Summit 2023.

Warga Labuan Bajo semakin sadar agar tetap bersikap lincah, ulung dan beradaptasi mengarungi zaman seperti yang dilakukan para leluhurnya ketika mengarungi ganasnya samudera. Menyambut persiapan KTT G20 dan ASEAN Summit 2023 nanti, warga Labuan Bajo perlahan namun pasti terlihat mulai memposisikan diri sebagai anggota masyarakat dunia atau masyarakat kosmopolitan. Dengan mendukung pembangunan kawasan Waterfront City sebagai bagian dari penataan Labuan Bajo. Masyarakat Labuan Bajo dan sekitarnya di akhir tahun 2021, terlihat kembali bangkit, berkarya dan pantang menyerah setelah bisa melewati ujian Pandemi Covid-19. Mereka pantang menyerah. Begitu juga warga suku lain di Indonesia.


5. Kolaboratif

Dalam banyak literatur, hampir semua suku di Indonesia adalah masyarakat yang gemar bergotong-royong, bekerja sama atau kolaboratif. Gotong royong adalah bentuk kerja sama kelompok masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Biasanya, saat gotong royong, masing-masing individu tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan bagi dirinya atau kelompok saja, namun untuk kebahagiaan bersama. Kebersamaan atau Guyub Rukun. Budaya ini punya nilai moral yang baik dalam kehidupan masyarakat.

Merujuk berbagai sumber, terdapat 6 Tradisi Unik Gotong Royong di Indonesia.

1. Tradisi Rambu Solo’ di Toraja

Rambu Solo’ adalah tradisi upcara pemakaman dengan melibatkan banyak orang dalam proses upacara pemakamannya. Tradisi ini sangat terkenal hingga diketahui wisatawan mancanegara.

2. Tradisi Morakka’bola di Sulawesi Selatan

Tradisi Morakka’bola adalah gotong royong memindahkan sebuah rumah dari satu tempat ke tempat lainnya agar terhindar dari bencana dan malapetaka. Sebutan lain Marokka’bola adalah Mappalette, yakni mengajak warga sekitar untuk sukarela bersama-sama membantu warga lain yang akan berpindah rumah.

3. Tradisi MarsIalapari di Mandailing

Marsialapari atau tradisi tolong menolong asal Mandailing, Sumatra Utara ini dilaksanakan pada saat Marsuaneme (masa menanam padi) dan Manyabii (masa memanen padi).

4. Tradisi Sinoman di Jawa

Tradisi Sinoman adalah gotong royong masyarakat Jawa. Identik saat acara pernikahan atau acara lain pada tradisi masyarakat Jawa.

5. Tradisi Nganggung di Kabupaten Bangka

Tradisi Nganggung merupakan salah satu aktivitas gotong royong yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan tolong menolong dalam suatu desa.

6. Tradisi Huyula di Gorontalo

Dalam studi Rasid Yunus (2013), pada dasarnya terdapat tiga jenis Huyula dalam tradisi masyarakat Gorontalo, yakni ambu (kerja bakti untuk kepentingan umum), hileiya (tolong menolong dalam membantu tetangga yang mengalami musibah) dan ti’ayo (membantu seseorang dalam urusan pribadi, seperti membangun rumah). Dua jenis kegiatan huyula yang paling menonjol di Gorontalo adalah gotong royong dalam membangun rumah (ti’ayo) dan gotong royong membantu tetangga yang mengalami musibah kematian (hileiya).

Selain keenam tradisi Gotong royong di atas, aksi kolaborasi juga terpancar dari tari-tarian di seluruh Nusantara, seperti Tari Saman asal Aceh dan Tari Kecak dari Bali. Para penari ini harus kompak dan harmonis mementaskan tari tradisional saat pentas di atas panggung atau tempat publik.

Intinya, dari nilai-nilai Gotong royong maupun budaya tarian berbagai suku bangsa ini menunjukkan spirit yang dibutuhkan bangsa ini agar tetap Tangguh dan pantang menyerah dalam kondisi apapun. Mereka ingin menyatukan perbedaan kebudayaan dalam satu karya yang indah, sebagai perwujudan sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia.

Kali Biru, Raja Ampat, Papua. (Foto: Zaky Al Hamzah)



Perpekstif Teori Komunikasi

Semangat pantang menyerah dalam paparan di atas bisa dianalisis dengan Teori Komunikasi melalui beberapa aspek penting. Penulis menguraikan ulasan ilmiah mengenai hubungan antara Teori Komunikasi dan semangat Pantang Menyerah.

1. Komunikasi jadi Faktor Motivasi

Teori Komunikasi menjelaskan bagaimana komunikasi efektif dapat mempengaruhi perilaku dan kesadaran individu, yang dapat mempengaruhi motivasi mereka. Contohnya, komunikasi yang baik dapat mendorong motivasi pekerjaan, menyediakan informasi yang diperlukan, dan membangun rasa kesadaran dan pemahaman terkait tugas/aktivitas yang harus dilakukan.

2. Komunikasi untuk Atasi Hambatan

Semangat pantangan menyerah sering kali terjadi karena hambatan dalam komunikasi. Nah, Teori Komunikasi menyoroti pentingnya mengatasi hambatan komunikasi untuk meningkatkan efektivitas komunikasi dan, pada akhirnya, bisa menjadi motivasi.

3. Komunikasi jadi Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik terjadi ketika individu merasa terhargai dan terlibat dalam apa yang mereka lakukan. Bagaimana penjelasannya? Teori Komunikasi membantu menjelaskan bagaimana komunikasi yang baik dapat membangun motivasi intrinsik dengan menyediakan informasi yang tepat, mendukung perilaku yang positif, dan membangun rasa berkarya lebih lanjut.

4. Pengaruh Komunikasi terhadap Perilaku Kerja

Teori Komunikasi juga mempengaruhi perilaku kerja, yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan. Contohnya, komunikasi yang baik dapat mendukung kelancaran pekerjaan, menyediakan informasi yang diperlukan, dan membangun rasa memahami tentang tugas yang harus dilakukan, serta memenuhi target-target yang sudah ditetapkan.

Dengan kata lain, Teori Komunikasi memiliki hubungan langsung dengan semangat Pantang Menyerah melalui komunikasi yang efektif, penggunaan komunikasi untuk mengatasi hambatan, dan pengaruh komunikasi terhadap motivasi intrinsik dan perilaku kerja.

Sikap Pantang Menyerah pada peristiwa di atas juga bisa dilihat dari perpekstif Teori Kebutuhan McClelland atau disebut juga Teori Motivasi McClelland. Bagaimana teorinya? McClelland menjelaskan motivasi dengan mengidentifikasi tiga kebutuhan utama seseorang yang mempengaruhi pola pikir, sikap, pemahaman, kesadaran dan perilaku mereka, yakni:

1. Kebutuhan terhadap Prestasi (Need for Achievement):

Individu memiliki keinginan untuk mencapai tujuan atau tugas dan menerima ucapan bahagia setelah mencapai target tersebut. Contohnya, seseorang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi mungkin berguna untuk mencari posisi manajemen atau berusaha untuk mencapai target produksi yang tinggi.

2. Kebutuhan akan Afiliasi (Need for Affiliation):

Individu memiliki kebutuhan untuk bertanggung jawab dengan orang lain dan mendukung diri melalui hubungan sosial. Dicontohkan seseorang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi mungkin berguna untuk membangun hubungan yang erat dengan rekan-rekan kerja dan berpartisipasi dalam proyek kolaboratif.

3. Kebutuhan akan Kekuasaan (Need for Power):

Individu memiliki kebutuhan untuk memiliki kontrol atau perasaan kekuasaan over others. Contohnya, seseorang yang memiliki kebutuhan kekuasaan yang tinggi mungkin berguna untuk mencari posisi pemimpinan yang memberikan kemampuan mengarah dan mempengaruhi orang lain.

Pantang Menyerah Berkolaborasi Membangun Negeri

Semangat pantang menyerah untuk berkolaborasi dari anak-anak bangsa --yang meneruskan nilai-nilai para leluhur-- adalah hal sangat dibutuhkan pada kondisi saat ini, terutama ketika menghadapi Pandemi Covid-19, saat itu. Maupun kegigihan untuk kembali bangkit, ketangguhan untuk kembali berkarya, dan keuletan untuk kembali mengisi pembangunan Indonesia pasca Pandemi Covid-19. Kolaborasi sangat penting dibutuhkan oleh kita di dalam pekerjaan, aktivitas Bersama, serta membangun negeri ini karena memiliki hal penting, yakni:

1. Bisa Menyelesaikan Masalah dengan Cepat

Ketika warga dari berbagai suku bangsa berkolaborasi mengatasi masalah di pekerjaan atau menghadapi Pandemi Covid-19, maka akan menghasilkan beragam pikiran, gagasan, solusi atau inovasi dan kreativitas. Sehingga dapat menyelesaikan masalah dari berbagai perspektif atau aspek (Helicopter view).

2. Makin Memahami Diri Sendiri

Dengan berkolaborasi, masing-masing warga dari berbagai suku bangsa semakin mengenal kemampuan dan kekurangan dirinya sendiri. Dengan pengenalan ini, maka akan saling melengkapi satu sama lain. Ketika pemerintah membangun 5 (lima) super prioritas Kawasan Srategis Pariwisata Nasional (KSPN) di atas, maka yang terlibat di dalamnya bisa berasal pekerja dan profesional dari beragam suku bangsa. Suatu saat, ketika Papua dan Papua Barat sedang dikembangkan, yang turut berkontribusi membangun bisa dari warga Pulau Jawa, warga bangsa dari keturunan Suku Aceh, Suku Minang, Suku Dayak, dan seterusnya.

3. Bisa Belajar Satu Sama Lain

Ketika pendekatan kolaborasi dijalankan, maka masing-masing pihak dari beragam suku bangsa bisa memperoleh pelajaran baru dari anggota lain. Dengan kondisi seperti ini, maka produktivitas kerja atau penyelesaian program/proyek akan meningkat secara signifikan.   

Epilog

Tentu, masih ada belasan hingga puluhan sikap pantang menyerah, tangguh maupun ulet dari ratusan suku bangsa di Indonesia yang menjadi modal besar bagi warga untuk kembali bangkit dan tidak patah semangat dalam beraktivitas, berkarya dan berkontribusi untuk pembangunan perekonomian Indonesia demi terciptanya kesejahteraan Bersama menghadapi tantangan-tantangan baru pasca Pandemi Covid-19 pada Era Digital ini. Kecil atau besar, sedikit atau banyak, dipastikan semua masyarakat mewarisi sikap-sikap ketangguhan dan pantang menyerah dari para leluhurnya yang pernah ditempa kerasnya perubahan alam dan atau hidup selama nomaden dari satu daerah ke daerah lain.

Sudah saatnya semua pihak menjadikan tahun 2023 sebagai momentum menghidupkan dan membangkitkan kembali elan vital (energi hidup atau daya pendorong hidup) melalui kebiasaan Bergotong-royong, Berkolaborasi, memiliki sikap Transformatif, Tangguh, Agile, Adaptif dan Kolaboratif, untuk bangkit, berkarya dan berkontribusi pada bangsa dan negara ini.

Layak dipahami pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika memberikan pesan kepada seluruh masyarakat Indonesia dalam momentum perayaan HUT ke-78 RI, Kamis (17/8/2023). Presiden berpesan agar seluruh masyarakat Indonesia bisa terus bersatu, solid dan kompak dalam menghadapi segala tantangan ke depan.  "Jadi kalau kita bersatu, solid kompak itu lah kekuatan besar Indonesia," kata Presiden di Istana Merdeka, Jakarta.

Menurut Kepala Negara ini, dengan keanekaragaman budaya dan suku yang berada di Tanah Air, sehingga diperlukan persatuan dalam menyongsong Indonesia menjadi negara maju. "Keberagaman dipadukan dengan keberanekaragam, bermacam-macam baju adat yang kita pakai dan ini lah sebetulnya kekuatan negara kita, kekuatan Indonesia yang keberagaman yang bisa dipersatukan," ujar Presiden Jokowi. Semoga. 




*)  Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi UPNVJ. (NIM: 2310422010)

Web Content Writer I Copywriting Annual Report & Sustainable Report I Biography Author

Nomor WA: 089676942939
LinkedIn: Zaky Al Hamzah
Facebook : Zaky Al Hamzah
Email: datazakee@gmail.com
Website: www.jasakepenulisanindonesia.com      


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.