Bantah Ijazah Doktornya Palsu, Ini Penjelasan Hakim Mahkamah Konstitusi RI Arsul Sani
![]() |
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI Arsul Sani. (Foto: setkab.go.id) |
JAKARTA -- Nama Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI Arsul Sani terseret isu dugaan ijazah palsu. Dugaan ini terkait gelar doktor ilmu hukum yang diperoleh Arsul Sani dari Collegium Humanum – Warsaw Management University, Polandia, pada tahun 2023.
Tudingan ijazah palsu itu diungkapkan oleh mantan Komisioner KPU, Romo Stefanus Hendrianto, dalam sebuah tayangan podcast di kanal YouTube Refly Harun pada 14 Oktober 2025.
Romo menyatakan, saat ini kampus tempat Arsul Sani mendapatkan gelar doktor ilmu hukum tersebut sedang dalam pengusutan KPK Polandia karena diduga beberapa petinggi universitas melakukan praktik jual-beli ijasah.
Oleh sebab itu, pihak yang berwenang terkait hal ini diminta segera turun tangan untuk mengecek informasi ini. Pasalnya, jabatan hakim MK yang disandang Arsul Sani saat ini, modal utamanya adalah gelar doktor dari universitas yang ada di Polandia tersebut.
Menanggapi isu ini, Arsul Sani lantas memberikan respons terkait perjalanan studi doktoralnya. Pada tahun 2011, Arsul Sani memulai program professional doctorate bidang justice, policy, and welfare studies yang merupakan program doktor by research di Glasgow Caledonian University (GCU), Skotlandia.
"Seperti program Ph.D, program doktoral tersebut dibagi atas dua tahap. "Stage One" tahap kuliah-kuliah dan assignment, serta "Stage Two" riset dan penulisan disertasi," kata Arsul Sani, Kamis (22/10/2025).
Akhir tahun 2012, Arsul Sani mengaku menyelesaikan Stage One, dan mulai 2013 memasuki Stage Two, dengan membuat proposal disertasi tentang "Civil Justice Reform (A plan to reform civil procedure rules in Indonesia".
Karena terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019, dan mulai menjalankan tugas-tugas di parlemen, akhirnya riset dan penulisan disertasi Arsul Sani menjadi tertunda-tunda. Apalagi setelah bertugas sebagai Panja RKUHP dan Pansus RUU Terrorisme.
"Pertengahan tahun 2020, karena waktu tersisa di GCU tinggal sedikit, meski sudah cuti studi, dengan model transfer program doktor, saya mendaftar di Collegium Humanum (CH), Warsaw Management University, untuk program doctor of laws (LL.D)," jelas Arsul Sani.
Sebelum mendaftar, lanjut Arsul Sani, CH dicek ada dalam database perguruan tinggi di website Kemendikbud RI (nama waktu itu), dan ditanyakan ke Kedubes Polandia di Jakarra, dengan keterangan CH adalah sebuah universitas swasta yang terdaftar di Kementerian Pendidikan Polandia.
Oleh karena merupakan program doktor transfer, Arsul Sani tidak diwajibkan mengikuti perkuliahan. Namun demikian beberapa kali kuliah qualitative research methods tetap diikutinya sambil memulai riset dan penulisan disertasi.
Lantaran bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang melanda dunia di pertengahan 2020, maka semua program dilakukan dengan daring (online), tidak ada lagi program "campus resident/visit period". "Hal ini karena dilakukannya pembatasan bepergian yang diterapkan banyak negara," ungkap Arsul Sani.
Arsul Sani lantas mengganti topik dan riset disertasinya menjadi tentang penanggulangan terorisme di Indonesia, berbekal pengetahuan yang diperoleh pada saat membahas RUU Terorisme yang menghasilkan UU No 5/2018 (UU Pemberantasan Terorisme Baru, Perubahan atas UU 15/2003). Judul disertasinya di CH menjadi "Re-examining the considerations of national security interests and human rights protection in counter-terrorism legal policy: a case study on Indonesia with focus on post Bali-bombings development".
Disertasi tersebut diselesaikan Arsul Sani dan diuji melalui "viva voce" (semacam ujian promosi doktoral) pada Juni 2022, dan dinyatakan lulus setelah dua tahun program transfer doktoralnya.
Pada Maret 2023, Arsul Sani mengikuti wisuda doktoral CH, di Kota Warsawa, Polandia. Hadir juga sebagai tamu undangan kehormatan CH di wisuda tersebut, yakni Ibu Dubes RI untuk Polandia, Anita Lidya Luhulima.
Akhir tahun 2023, disertasi Arsul Sani diterbitkan Penerbit Buku Kompas dengan judul "Keamanan Nasioal dan Perlindungan HAM: Dialektika Kontraterorisme di Indonesia".
Pada awal tahun 2024, Arsul Sani mendengar kabar bahwa Rektor CH ditahan KPK Polandia karena penyuapan kepada pejabat Kementerian Pendidikan untuk pengurusan izin program "eksekutif MBA", yang pesertanya mayoritas para pejabat/politisi yang akan ditunjuk menjadi direksi/komisaris BUMN Polanda.
Ini karena di Polandia syarat mereka untuk menjabat di BUMN-nya harus memiliki latar belakang studi manajemen/bisnis administrasi. CH di bawah administrator/pengurusan yang ditunjuk/disetujui Kementerian Pendidikan Polandia.
Kemudian tidak lama CH Warsaw Management University, berganti nama menjadi (dalam bahasa Inggris): University of Business and Applied Sciences Varsovia.
"Peristiwa Rektor CH ditahan tersebut terjadi lebih dari satu tahun setelah saya lulus," kata Arsul Sani menegaskan.
(ark)
Post a Comment