![]() |
| Ketua FKBI (Forum Konsumen Berdaya Indonesia), Tulus Abadi |
JAKARTA – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta memasuki tahap akhir. Saat ini, Ranperda tersebut sedang menjalani harmonisasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelum dikembalikan ke DPRD DKI Jakarta. Menurut informasi yang beredar, pengesahan dijadwalkan pada sidang paripurna DPRD DKI Jakarta tanggal 19 Desember 2025.
Namun, muncul isu bahwa sidang paripurna berpotensi menolak pengesahan Ranperda KTR, yang berarti regulasi ini kembali gagal menjadi Perda. Penolakan ini diduga semakin kuat setelah Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dikabarkan berubah sikap, dari sebelumnya mendukung kuat pembahasan Ranperda KTR menjadi meminta pembatalan. Dugaan kuat mengarah pada intervensi industri rokok melalui partai politik pendukung gubernur.
"Jika sidang paripurna menolak pengesahan Ranperda KTR, hal ini akan sangat memalukan dan memuakkan," tegas Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) sekaligus Pegiat Perlindungan Konsumen, Tulus Abadi, dalam pernyataannya, Selasa (16/12/2025), kepada www.Gebrak.id
Menurut Tulus Abadi yang Alumni FH Unsoed ini, ada beberapa alasan mengapa penolakan tersebut tidak dapat dibenarkan. Pertama, penolakan berarti mengingkari dukungan publik yang mencapai lebih dari 90 persen warga Jakarta terhadap Ranperda KTR, berdasarkan survei IYCTC, Koalisi Smoke Free Jakarta, dan kelompok masyarakat sipil lainnya.
Kedua, ini menandakan Gubernur Pramono Anung dan DPRD DKI Jakarta berkolaborasi dengan industri rokok, mengorbankan kesehatan masyarakat demi kepentingan industri adiktif.
Ketiga, DKI Jakarta telah gagal menyusun Ranperda KTR selama 14 tahun, dan penolakan kali ini akan memperpanjangnya menjadi 15 tahun—padahal pembuatan perda seharusnya hanya memakan waktu 3-6 bulan. Hal ini melanggar standar pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik, sekaligus memboroskan anggaran untuk pansus yang berulang.
Keempat, penolakan memalukan di tingkat nasional, mengingat lebih dari 90 persen kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki regulasi KTR, dengan 62 persen di antaranya berupa Perda. Padahal, DKI Jakarta historically menjadi pelopor regulasi KTR sejak 2010.
Kelima, sebagai kota global, DKI Jakarta seharusnya mengadopsi standar internasional yang telah menerapkan KTR di berbagai kota besar dunia. "Oleh karena itu, tak ada pilihan lain bagi DPRD DKI Jakarta selain segera mengesahkan Ranperda KTR menjadi Perda secara utuh, dengan mengadaptasi substansi PP 28/2024 tentang Kesehatan yang telah berlaku sebagai hukum positif," imbuh Tulus Abadi.
Ia pun menekankan agar anggota DPRD memiliki rasa malu dan tanggung jawab kepada publik, karena mereka dipilih untuk mewakili kepentingan warga Jakarta, bukan oligarki industri rokok.
(zaky)

Posting Komentar untuk "FKBI: Segera Sahkan Ranperda KTR DKI Jakarta, Hentikan Intervensi Industri Rokok"