Polemik Pendirian Gereja di Cilegon, Jubir Wapres: Harus Dicari Win-Win Solution
Juru bicara Wakil Presiden RI, sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi. (foto: jurnalislam.com)
JAKARTA -- Juru bicara Wakil Presiden RI, Masduki Baidlowi mendorong pencarian solusi bersama terkait polemik penolakan rencana pendirian gereja di Kota Cilegon, Banten. Masduki mengatakan, solusi bersama ini tentu amat penting.
Masduki lantas menyarankan untuk mengembalikan pada aturan pendirian rumah ibadah dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
"Kalau misalnya belum sesuai, nah harus dicari solusi, win-win, win-win solutionnya gimana? Ya gimana supaya mereka bisa beribadah tapi di sisi yang lain teman-teman, tokoh-tokoh di masyarakat Cilegon juga menerima," kata Masduki dalam keterangannya, seperti dikutip Republika, Kamis (15/9/2022).
Masduki menjelaskan, setiap warga negara memiliki hak untuk beribadah. Namun demikian, mengenai pendirian rumah ibadah juga sudah diatur dalam PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Salah satunya mengenai dukungan masyarakat di wilayah tersebut paling sedikit 60 orang yang disahkan lurah atau kepala desa.
"Masyarakat di sekitar situ menyatakan apakah keberatan atau tidak. Kalau keberatan atau tidak keberatan, aturannya itu ada, sesuai nggak dengan aturan itu," kata Masduki.
Karenanya, lanjut Masduki, perlu dilihat kembali apakah rencana pendirian rumah ibadah tersebut sudah memenuhi persyaratan dalam aturan tersebut. "Kalau misalnya sesuai, pasti nggak ada masalah tentunya mengikuti itu. Sehingga pihak yang keberatan, mestinya ya harus berlapang dada untuk menerima. Sementara pihak teman-teman kita Kristiani ya punya hak untuk mendirikan peribadatan kalau sesuai dengan aturan-aturan."
Masduki mengingatkan Indonesia sebagai negara yang menjunjung kerukunan termasuk antarumat beragama. Karena itu, polemik masalah pendirian rumah ibadah juga bisa diselesaikan dengan baik.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Informasi dan Komunikasi ini juga meminta Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI turut andil mencarikan solusi bersama tersebut.
"Kalau memang belum sesuai, itu adalah (tugas) Kementerian Agama dan Kemendagri. Nah, kedua kementerian inilah untuk segera memetakan di lapangan, mencari solusi, dan bagaimana secepatnya supaya tidak berkembang menjadi apa namanya menjadi isu-isu yang tidak sehat," tegas Masduki.
Sebelumnya, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama (Kemenag) RI Wawan Djunaedi mengatakan, berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, komposisi umat Kristen di Cilegon telah mencapai 16.528.513, umat Katolik mencapai 6.907.873. Jumlah tersebut setara dengan 9,86 persen. Sementara komposisi umat non-Muslim secara keseluruhan mencapai 12,82 persen.
Wawan menegaskan, bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen tersebut, tentu ikhtiar untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata. Ia menambahkan, konsideran menimbang SK bupati tahun 1975 juga merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1/BER/mdn-mag/1969 yang keberadaannya sudah dicabut dan digantikan dengan PBM Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
"Dalam hukum, ada asas lex posterior derogat legi priori, yakni hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama. Yang berlaku saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006," jelas Wawan.
(dpy)
Post a Comment