Presiden Jokowi: RI Bukan Negara Tertutup Meski Larang Ekspor Bahan Mentah

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). (foto: bpmi)

JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa Indonesia bukan negara tertutup meskipun pemerintah melarang ekspor bahan mentah nikel dan bauksit serta akan melanjutkan untuk komoditas tambang lainnya.

"Kita ini bukan tertutup, kita kan mempersilakan, kita terbuka mempersilakan siapapun dari negara manapun, perusahaan dalam negeri maupun luar negeri, untuk ikut bersama-sama membangun industrinya di Indonesia," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, dikutip Antara, Rabu (21/12/2022).

Kepala Negara RI mempersilakan negara dan perusahaan lain untuk berinvestasi membangun industri pengolahan di dalam negeri, baik untuk nikel, bauksit, dan komoditas tambang lain. Perusahaan dari negara lain, lanjut dia, juga dapat bekerja sama dengan BUMN ataupun swasta Indonesia untuk membangun industri pengolahan di dalam negeri.

Hal itu karena Jokowi menginginkan setiap pengolahan bahan mentah pertambangan, ataupun sektor lain dapat menghasilkan nilai keekonomian yang maksimal bagi masyarakat Indonesia. Indonesia dapat menikmati manfaat ekonomi seperti dari mulai penerimaan pajak, royalti, hingga pembukaan lapangan kerja karena terbangunnya industri pengolahan di dalam negeri, ketimbang melakukan ekspor bahan mentah.

"Kita ingin yang namanya pajak itu ada di dalam negeri, yang namanya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) itu ada dalam negeri. Kalau kita ikut join, yang namanya dividen itu ada di dalam negeri, yang namanya royalti itu ada di dalam negeri, yang namanya kesempatan kerja itu ada dalam negeri. Yang kita inginkan itu masa tidak boleh," kata Jokowi.

Jokowi pada Rabu ini mengumumkan bahwa Indonesia akan menghentikan ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023 untuk mendorong industri pengolahan dalam negeri. Larangan ekspor bahan mentah juga sebelumnya telah diberlakukan sejak 2020 untuk bijih nikel.

Sebelum ada larangan ekspor bijih nikel, nilai ekspor mineral logam itu hanya Rp 17 triliun atau 1,1 juga dolar AS per tahun. Namun, setelah ada larangan ekspor bijih nikel dan terbangunnya hilirisasi, nilai ekspor bijih nikel meningkat menjadi Rp 326 triliun atau 20,9 juta dolar AS pada 2021 atau meningkat 19 kali lipat. "Ini baru satu komoditi saja, oleh sebab itu keberhasilan ini akan dilanjutkan untuk komoditas yang lain," kata Jokowi menegaskan.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.