Kasasi Ditolak MA, Pemerkosa Belasan Santri Herry Wirawan Segera Dihukum Mati

Pemerkosa belasan santri Herry Wirawan segera dihukum mati. (foto: tvonenews.com)

JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) RI memutuskan menolak meringankan vonis terhadap Herry Wirawan. Oleh karena itu, hukuman mati terhadap Herry, si pemerkosa belasan santri, itu sudah punya kekuatan hukum tetap.

Awalnya, Herry divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri (PN) Bandung setelah dituntut hukuman mati oleh jaksa. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung lalu mengabulkan banding yang diajukan jaksa pada April 2022 lalu. Berkat hal ini, hukuman Herry menjadi terdakwa dengan vonis hukuman mati.

Herry mencoba peruntungan dengan mengajukan kasasi ke MA demi mendapat keringanan hukuman. Hanya saja, vonis Herry tetap tak berubah yaitu hukuman mati.

"Menolak kasasi," tulis putusan kasasi di situs MA pada Selasa (3/1/2023).

Putusan ini diambil oleh hakim agung Sri Murwahyuni sebagai ketua majelis dengan anggota Hidayat Manao dan Prim Haryadi. Sedangkan panitera penggantinya ialah Maruli Tumpal Sirait.

Perkara dengan nomor 5642/K/PID.SUS/2022 itu tercatat masuk ke MA pada 24 Agustus 2022. Sedangkan putusan diambil pada 8 Desember 2022. "Perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis," tulis MA.

Kementerian Agama (Kemenag) RI menghargai putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi terdakwa kasus pemerkosaan belasan santri, Herry Wirawan. "Hukuman untuk Herry Wirawan semoga menjadi pelajaran berharga sehingga kejadian yang sejenis tidak terulang," ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI  Waryono Abdul Ghafur dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Waryono menilai hukuman yang telah dijatuhkan sampai pada tingkat kasasi di MA sebagai sebuah ketegasan hakim dan keteguhan penegak hukum. Pasalnya, vonis hukumannya sampai hukuman mati.

"Ini bentuk ketegasan hakim. Ini juga mengingatkan kepada setiap kita agar tidak berbuat seperti itu. Semoga penegakan hukum atas pelaku kejahatan kemanusiaan, termasuk tindak asusila di lembaga pendidikan, ini bisa memberikan efek jera," kata Waryono.

Waryono menyebutkan bahwa kasus Herry Wirawan terjadi sebelum terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Saat ini Kemenag sudah mempunyai regulasi yang mengatur upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lembaga pendidikan."SOP atas regulasi ini sudah hampir jadi. Kami berharap penerapan regulasi ini akan bisa menekan terjadinya potensi tindak kekerasan seksual di lembaga pendidikan."

Menurut Waryono, PMA 73/2022 ini akan terus disosialisasikan kepada seluruh satuan pendidikan yang berada di bawah naungan Kemenag. Satuan pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan. "Ini akan kami sosialisasikan agar lembaga pendidikan dapat memberikan pemahaman kepada stakeholder bahwa kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan," kata dia menegaskan.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.