Siap-Siap, Kepala BIN Budi Gunawan Bocorkan Info 2023 Tahun Gelap!

Kepala BIN Budi Gunawan dan mantan Kepala BIN Sutiyoso (kanan). (foto: setkab.go.id)

JAKARTA -- Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan membocorkan analisis perihal situasi perekonomian pada tahun 2023.
Berdasarkan foresight intelijen, analisis big data BIN, dan counterpart intelijen dunia, Budi menggambarkan ada beberapa potensi ancaman dan tantangan global pada 2023 yang perlu menjadi perhatian semua pihak.

"Foresight (tinjauan ke masa depan) dari intelijen dunia itu menggambarkan 2023 sebagai tahun gelap dan penuh ketidakpastian. Istilah intelijen disebut dengan winter is coming. Ada yang menggambarkan tahun 2023 adalah tahun yang dihantui oleh ancaman resesi dan inflasi. Dampaknya akan berpengaruh sampai dengan ke daerah dan dirasakan oleh ekonomi rumah tangga di sudut-sudut kota, di kabupaten hingga pelosok-pelosok desa," ujar Budi dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia di Sentul City, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Selasa (17/1/2023), dikutip dari Antara, Rabu (18/1/2023).

Budi kemudian membeberkan ada beberapa potensi ancaman dan tantangan global pada tahun 2023. Yang pertama, perang Rusia dan Ukraina yang diprediksi masih akan berlangsung lama dan diperparah dengan munculnya potensi penggunaan senjata nuklir dalam skala yang terbatas. Perang antara kedua negara tersebut telah mengganggu pasokan energi dan pangan dunia.

Menurut Budi, situasi konflik geopolitik Cina dan Taiwan di Selat Taiwan juga akan semakin memprihatinkan dan akan memengaruhi jalur logistik dunia. "Akibatnya, banyak negara terpaksa harus menerapkan nasionalisme yang sempit atau langkah-langkah proteksionisme untuk mengamankan dan memenuhi kebutuhan dalam negerinya masing-masing."

Yang kedua, lanjut Budi, infrastruktur di negara-negara Eropa mulai banyak yang terbengkalai karena kekurangan biaya akibat inflasi. Ia mencontohkan Italia sedang mengalami krisis listrik dan kesulitan pangan. Sementara di beberapa negara Afrika sangat bergantung 90 persen impor gandum dari Rusia dan Ukraina. "Oleh karena itu saat ini mereka sedang terancam kelaparan dan kemiskinan yang ekstrem," jelasnya.

Khusus untuk Indonesia, Budi menjelaskan, ada pekerjaan rumah yang sangat besar di mana per Januari 2023, Indonesia akan menjadi negara net importir komoditas pangan khususnya gandum, kedelai, beras, daging, dan bawang putih. "Oleh karenanya peran pemda ini memang sangat dibutuhkan guna mengatasi akan potensi terjadinya krisis pangan."

Yang ketiga, sambung Budi, adanya krisis mata pencarian dan meningkatnya PHK serta angka pengangguran global yang diperparah pembiayaan anggaran negara dan perusahaan yang menjadi lebih kompleks dengan masuknya konsep ekonomi hijau atau ekonomi ramah lingkungan. Sebagian besar pemda dan industri lokal belum familiar dan belum siap dengan skema dan business model ekonomi hijau. "Jika kita salah dalam pengelolaan maka akan sangat berpotensi meningkatkan beban utang serta rentan terhadap perubahan teknologi," tegasnya.

Budi melanjutkan, yang keempat, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat tingginya inflasi global sehingga menyebabkan tingginya beban impor yang berdampak pada industri nasional, meningkatnya pengangguran, serta menurunnya daya beli masyarakat.

Walaupun Indonesia diprediksi tidak akan terkendala resesi, Budi mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan hanya di kisaran 4,7 persen hingga 5,3 persen. "Dari hasil foresight intelijen dunia menunjukkan akan terjadi ketimpangan wilayah dan antarkelompok masyarakat di satu daerah yang semakin tinggi. Sehingga hal tersebut berpotensi mengurangi pertumbuhan di daerah kurang lebih 1,2 persen," kata dia menjelaskan.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.