Miris, Guru SD di Trenggalek Diduga Ancam dengan Pisau dan Cabuli 5 Murid Laki-laki

Siswa SD diduga dicabuli gurunya sendiri/ilustrasi. (foto: pixabay)

JAKARTA -- Kasus pencabulan terhadap lima anak laki-laki oleh terduga pelaku guru di sebuah Sekolah Dasar (SD) Trenggalek, Jawa Timur, menjadi perhatian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI. KemenPPPA memastikan para korban yang merupakan pelajar SD berusia 10 hingga 12 tahun tersebut mendapatkan pendampingan dan pemulihan.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan, telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Timur dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Trenggalek terkait penanganan kondisi korban.
 
Nahar menyebut P2TP2A Trenggalek telah melakukan pendampingan psikologis pada korban dan edukasi kekerasan di sekolah tempat kejadian perkara (TKP).

"Hal ini menjadi perhatian kami, agar pemulihan korban dari dampak psikis berkepanjangan dapat segera ditangani secara komprehensif," kata Nahar dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari Antara, Jumat (3/2/2023).

Nahar mengungkapkan lima pelajar SD menjadi korban pencabulan oleh guru di ruang guru dan perpustakaan sekolah. Pencabulan terjadi beberapa kali dengan alasan merapikan buku di perpustakaan dengan upah Rp 5.000 sampai 10.000. "Sangat menyedihkan, kekerasan seksual itu terjadi berkali-kali di tempat yang sama," ujar Nahar.

Saat pencabulan terjadi, pelaku mengunci ruangan. Bahkan pelaku mengancam korban agar tidak melapor. "Diancam dengan pisau yang menyebabkan korban sangat ketakutan," ucap Nahar.

Akibat peristiwa tersebut, para korban mengalami perubahan perilaku seperti ketakutan, konsentrasi belajar yang terganggu, dan nafsu makan menurun. Bahkan ironisnya ada korban yang mulai terpengaruh secara seksual. "Kami menyesalkan peristiwa kekerasan seksual tersebut terjadi dan luput dari pengawasan sekolah," tegas Nahar.

Kasus kekerasan seksual tersebut dilaporkan ke Polres Trenggalek oleh orang tua korban setelah korban menunjukkan perubahan perilaku yang menimbulkan kecurigaan orang tuanya. Terduga pelaku dapat dipidana dengan Undang-Undang Nomor 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 82 ayat (1), (2), (4) dan (6) dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.

Selain pidana penjara, terduga pelaku dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Sedangkan korban juga berhak mendapatkan ganti kerugian dan biaya perawatan medis, psikologi atas tindak pidana yang dialaminya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 /2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang menjadi Korban Tindak Pidana.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.