OJK Pastikan Perbankan RI tak Kena Imbas Bangkrutnya Silicon Valley Bank AS
Perbankan/ilustrasi. (foto: pixabay)
JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI menilai penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat (AS) tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia. Hal ini dikarenakan industri perbankan Indonesia masih dalam kondisi yang kuat dan stabil.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, perbankan Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line, maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB. Berbeda dengan SVB dan perbankan di AS umumnya, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto.
"Maka itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat," ujar Dian dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/3/2023).
Menurut Dian, Indonesia setelah krisis keuangan 1998 telah melakukan langkah-langkah yang mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum, dan penguatan tata kelola, serta perlindungan nasabah yang telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien, dan stabil. Hal ini tercermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.
Pada saat ini, kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik antara lain AL/NCD dan AL/DPK di atas threshold yakni sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi dana pihak ketiga yang didominasi oleh current account and saving account atau dana murah yang semakin meningkat, sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Demikian pula, kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan, dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif.
Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori ‘Bank Dalam Resolusi’, yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.
Ke depan, OJK berupaya melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi.
“OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia, memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan serta memitigasi risiko konsentrasi yang berdampak terhadap kinerja keuangan bank,” jelas Dian.
Selain itu, sambung Dian, OJK juga meminta perbankan dapat senantiasa melakukan langkah-langkah strategis antara lain meningkatkan fungsi maupun peran asset & liability committee dalam melakukan pengelolaan aset dan kewajiban, mengevaluasi kecukupan pencadangan risiko, melakukan stress test yang komprehensif, serta mengkaji dan mengkinikan recovery and resolution plan secara berkala. “Kebijakan OJK ke depan akan terus diarahkan untuk menciptakan situasi kondisi yang semakin kondusif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.”
(dvr)
Post a Comment