Moya Institute akan Gelar Webinar Nasional: "Konflik Palestina-Israel: Peluang Penyelesaian"


 

JAKARTA -- Sabtu, 7 Oktober 2023, bertepatan dengan peringatan 50 tahun Perang Yom Kippur Palestina-Israel, Hamas melancarkan serangan masif ke Israel. Tercatat ribuan orang tewas dari kedua belah pihak, ditambah dengan ribuan lagi korban luka dan kehancuran fisik lainnya.

Kantor Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) per tanggal 4 November 2023 mencatat lebih dari 1.400 warga Israel dan 9.485 warga Palestina telah kehilangan nyawanya.

Yang paling memilukan adalah hampir separuh dari jumlah korban jiwa di pihak Palestina adalah anak-anak. Defense for Children International Palestine mencatat bahwa sampai dengan tanggal 3 November 2023, sudah ada 3.826 anak di Gaza yang menjadi korban tewas.

Dalam tiga pekan saja, jumlah kematian anak akibat serangan balasan Israel ke Gaza telah melebihi jumlah kematian anak-anak dalam konflik sejak tahun 2019. Hal ini semakin menegaskan besarnya dampak dari serangan balasan Israel tersebut, yang tidak hanya menghancurkan infrastruktur, tapi juga membinasakan nyawa, termasuk nyawa anak-anak yang tidak berdaya.

Penggunaan senjata canggih dan sangat mematikan oleh militer Israel menempatkan semua kehidupan di wilayah tersebut dalam bahaya besar, terutama mengingat bahwa Gaza merupakan wilayah dengan populasi anak-anak yang cukup tinggi di Palestina.

Gelombang protes lintas ras, religi, dan latar-belakang, termasuk dari kalangan Yahudi ortodoks dan moderat, muncul di berbagai ibu kota negara-negara di dunia seperti Paris, Washington, Ankara, La Paz, Kairo, termasuk Jakarta.

Dalam kurun waktu lebih dari 70 tahun, pertempuran demi pertempuran terjadi antara Palestina-Arab dan Israel. Beragam perundingan telah ditempuh.

Namun, selama belum tercapai suatu solusi yang komprehensif dan adil, perdamaian akan sulit terwujud. Perdamaian berdasarkan prinsip "dua negara" berdaulat, Palestina dan Israel, dengan batas wilayah yang diakui dunia internasional, seperti yang dimandatkan oleh Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) No. 242/1967 macet total.

Harap dicatat bahwa Amerika Serikat dan empat negara pemegang hak veto lain (Perancis, Cina, Inggris, dan Rusia), turut mendukung resolusi yang disyahkan DK-PBB secara konsensus tersebut.

Di Gaza sendiri, tercatat setidaknya lima kali pertempuran dalam skala massif, yakni pada tahun 2008, 2012, 2014, 2021, dan 2023.

Yang cukup mengejutkan adalah kemampuan Hamas yang di luar perkiraan banyak pihak, khususnya Israel, terbukti dengan keberhasilannya membobol masuk wilayah pendudukan Israel di luar Gaza serta memecahkan supremasi sistem pertahanan rudal Iron Dome Israel. Sekitar 5.000 roket jatuh ke wilayah pendudukan Israel pada serangan 7 Oktober itu. Sumber Israel menyebut jumlahnya sekitar 3.000.

Pertempuran yang diawali oleh serangan Hamas dimaksud merupakan puncak kemarahan warga Palestina, khususnya di Jalur Gaza, yang mengalami penindasan, perampokan tanah, dan blokade berkepanjangan sejak tahun 1948, terutama 17 tahun belakangan ini.

Human Rights Watch menyebutkan bahwa wilayah Gaza merupakan penjara terbuka terbesar di dunia. Gaza adalah rumah bagi dua juta warga Palestina dengan luas sekitar 365 km persegi. Kondisi tersebut menjadikan Jalur Gaza sebagai salah satu wilayah terpadat di dunia, dengan kondisi yang sangat menyedihkan.

Selain itu, Israel terus memprovokasi kemarahan warga Palestina yang secara konsisten membangun permukiman baru Yahudi, meski jelas-jelas melanggar Resolusi DK-PBB No: 465/1980, yang meminta Israel menghentikan perencanaan dan konstruksi pembangunan di kawasan yang telah dikuasainya sejak 1967, termasuk Yerusalem.

Resolusi ini juga meminta Israel membongkar pembangunan yang sudah dilakukannya. Israel juga terus mengabaikan ketentuan yang terkandung di dalam Resolusi Majelis Umum PBB (SMU-PBB) No.: 70/89/2015, yang mengutuk kelanjutan okupasi Israel di wilayah Palestina yang dikuasainya, termasuk Yerusalem Timur, sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional. Sejumlah negara Uni Eropa juga mengecam perluasan ilegal pemukiman Israel tersebut.

Merespons situasi sebagaimana dipaparkan di atas, Moya Institute, sebuah lembaga kajian isu-isu strategis dan global, berinisiatif menggelar webinar nasional untuk menganalisis perkembangan yang terjadi, membaca kemungkinan potensi penyelesaian, termasuk mengkaji kemungkinan langkah-langkah yang bisa diambil Indonesia untuk berperan lebih aktif dalam upaya menciptakan perdamaian antara Palestina-Israel.

Pembicara:

1. Prof Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah);
2. Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M, (Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani);
3. Duta Besar Yuddy Chrisnandi (Menteri PAN-RB, 2014 - 2016);

Penanggap Diskusi:

Prof Dubes Imron Cotan (Pemerhati Isu-isu Strategis dan Global);
Pemantik Diskusi:
Hery Sucipto (Direktur Eksekutif Moya Institute)

Moderator:

Agita Mahlika (Presenter TVOne).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.