Angka Sisa Makanan di Sekolah Masih Tinggi, Wamendikdasmen Atip: Ini Jadi Perhatian Serius Arah Kebijakan Pendidikan Karakter

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) RI Atip Latipulhayat  (tengah) pada kegiatan SEAMEO Biotrop Outlook 2025-2026 di Gedung Kemendikdasmen, Jakarta, Rabu (10/12/2025). (Foto:gebrak.id)

JAKARTA -- Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) RI Atip Latipulhayat menyatakan, isu sisa pangan bukan sekadar masalah teknis, melainkan isu global yang kian serius. Ia menekankan sekolah merupakan titik paling strategis untuk melakukan intervensi perubahan perilaku konsumsi masyarakat sejak dini.

"Konon katanya Indonesia salah satu negara yang cukup besar menghasilkan food waste. Ini kalau tidak salah disampaikan oleh mantan Rektor IPB University, sekarang jadi Ketua BRIN, Profesor Arif Satria yang mengatakan Indonesia adalah negara yang mungkin terbesar untuk food waste-nya," kata Wamen Atip dalam sambutannya pada kegiatan SEAMEO Biotrop Outlook 2025-2026 di Gedung Kemendikdasmen, Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Menurut Wamen Atip, hal ini tentu menjadi perhatian serius dalam arah kebijakan pendidikan karakter dan lingkungan di sekolah.

Wamen Atip mengungkapkan salah satu kasus yang berkaitan dengan tingginya angka sisa makanan ini terdapat pada pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menemukan banyak siswa yang menyisakan sayuran karena alasan selera.

"Saya sudah berkunjung ke beberapa sekolah dengan Program MBG, itu mayoritas sayurannya tidak dimakan oleh siswa. Jika saya tanya kenapa, jawabannya tidak enak," jelas Wamen Atip.

Wamen Atip menyebut adanya tantangan budaya makan yang lebih mementingkan rasa di mulut enak di mulut dibandingkan nutrisi bagi tubuh. Kebiasaan ini dinilai berkontribusi pada penumpukan limbah organik jika tidak segera diedukasi. "Nah di beberapa sekolah saya coba kasih insentif siapa yang mau menghabiskan sayurnya dikasih hadiah, baru untuk dimakan," cetus dia.

Merespons hal tersebut, Wamendikdasmen RI ini mengapresiasi dokumen kebijakan (policy brief) yang disusun oleh SEAMEO Biotrop. Dokumen ini dinilai krusial untuk didiseminasikan karena memuat kajian ilmiah dan rekomendasi konkret bagi dunia pendidikan.

Beberapa rekomendasi jangka pendek dan menengah yang disoroti antara lain, pengembangan sekolah percontohan pengurangan food waste, edukasi perubahan perilaku konsumsi, pemisahan sampah organik dan anorganik, dan pengolahan limbah makanan menjadi kompos di lingkungan sekolah. "Policy brief ini juga menegaskan bahwa pendidikan untuk pengurangan food waste merupakan bagian dari pendidikan karakter, ini sangat penting,"

Wamen Atip juga mengatakan pentingnya mengembalikan kesejatian interaksi antara manusia dan alam. Menurutnya, berbagai musibah yang terjadi belakangan ini menjadi pengingat bahwa manusia kerap memperlakukan alam tanpa memahami logikanya.“Alam memiliki logikanya sendiri, sedangkan kita sering kali memperlakukannya tanpa logika yang seharusnya. Mudah-mudahan program dan kiprah dari SEAMEO Biotrop ini dapat mengembalikan kesejatian interaksi antara kita dengan alam,” katanya berharap.

Di sisi lain, belum semua sekolah menerapkan pendidikan dan pengelolaan sisa pangan yang efektif serta efisien. Banyak siswa menyisakan sisa-sisa makanan yang kemudian menjadi sampah di sekolah. 

Hal tersebut terungkap dalam survei yang dilakukan the Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology (SEAMEO Biotrop) yang melibatkan 131 sekolah di 11 provinsi. Periode survei berlangsung pada Juli-Agustus 2025. 

Survei tersebut mengungkapkan bahwa sisa pangan di sekolah berasal dari dalam dan luar lingkungan sekolah. Sebanyak 75,6 persen responden mengidentifikasi sisa makanan dan kemasan makanan sebagai sumber utama sisa pangan di kantin. Sementara 48,1 persen melaporkan bahwa sampah berasal dari para siswa yang membawa makan siang dari rumah. 

Menurut Deputi Direktur SEAMEO Biotrop, Doni Yusri, temuan tersebut mengungkap adanya isu kritis, yakni rendahnya kesadaran akan sisa pangan, kurangnya pemilahan sampah dan tindakan pencegahan, serta tidak adanya fasilitas memadai untuk pengelolaan sisa pangan yang tepat. “Sangatlah penting untuk mengatasi kesenjangan tersebut agar jumlah sisa pangan dapat berkurang secara signifikan dan menciptakan lingkungan sekolah yang lebih berkelanjutan,” katanya menandaskan.


(endr)

Posting Komentar untuk "Angka Sisa Makanan di Sekolah Masih Tinggi, Wamendikdasmen Atip: Ini Jadi Perhatian Serius Arah Kebijakan Pendidikan Karakter"