![]() |
| Sekitar 6.000-an lulusan S2 dan S3 di Indonesia kini menghadapi kenyataan pahit: ijazah tinggi tidak lagi menjamin masa depan yang cerah. (Foto: Ilustrasi/Pixabay) |
JAKARTA -- Sekitar 6.000-an lulusan S2 (magister) dan S3 (doktor) di Indonesia kini menghadapi kenyataan pahit: ijazah tinggi tidak lagi menjamin masa depan yang cerah. Data terbaru Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB) UI mengungkapkan bahwa ribuan pemegang gelar magister dan doktor justru terjebak dalam situasi menganggur berkepanjangan—bahkan banyak di antara mereka yang mulai putus asa mencari pekerjaan.
Temuan ini bukan sekadar angka, tetapi gambaran nyata tentang ketidaksesuaian dunia pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah. Ketika investasi waktu, tenaga, dan biaya selama bertahun-tahun tidak berbanding lurus dengan peluang kerja, muncul pertanyaan besar: ada apa dengan ekosistem pendidikan dan ketenagakerjaan kita?
Fenomena ini menjadi alarm keras bagi institusi pendidikan tinggi, pemerintah, dan dunia industri untuk meninjau ulang cara mereka mempersiapkan talenta muda Indonesia. Di balik deretan gelar akademik, ada kisah-kisah sunyi tentang harapan yang tergantung dan masa depan yang terasa semakin tak pasti.
Tak sedikit penduduk usia produktif di Indonesia yang tidak bekerja dan telah putus asa mencari kerja. Fenomena tersebut kini sudah tercatat dalam laporan LPEM FEB UI. Laporan itu berjudul "Membaca Sinyal Putus Asa di Pasar Kerja Indonesia" dalam Labor Market Brief Volume 6, Nomor 11, November 2025. Kajian ini ditulis oleh Muhammad Hanri, PhD dan Nia Kurnia Sholihah, ME.
Fenomena putus asa cari kerja merupakan isu penting dalam membaca kesehatan pasar kerja di Indonesia. Meski proporsinya kecil dibanding total angkatan kerja, keberadaan mereka memperlihatkan hambatan struktural yang tidak tertangkap indikator konvensional seperti tingkat pengangguran terbuka atau tingkat partisipasi angkatan kerja.
Dalam fenomena ini, yang putus asa pun berasal dari berbagai jenjang pendidikan. Ironisnya, lulusan pascasarjana jenjang S2 dan S3 yang putus asa cari kerja di Indonesia mencapai ribuan orang. Pada laporan ini disebutkan, ada sekitar 45 ribu lulusan S1 dan lebih dari 6 ribu lulusan pascasarjana (S2 dan S3) yang masuk kategori menganggur dan putus asa.
Alasan rasa putus asa dalam mencari pekerjaan ada beragam, yaitu:
- Keyakinan bahwa peluang kerja memang tidak tersedia.
- Pengalaman kerja dianggap tidak memadai.
- Keterampilan tidak sesuai kebutuhan pasar.
- Persepsi mengenai usia yang dinilai tidak menguntungkan oleh pemberi kerja.
Alasan-alasan tersebut memberi isyarat sebagian penduduk yang mempunyai preferensi bekerja justru terhalang kombinasi faktor psikologis, institusional, dan struktural.
Pada kajian internasional, lembaga seperti International Labour Organization (ILO) dan Bank Dunia menilai kalangan pengangguran yang putus asa atau diistilahkan discouraged workers ini sebagai indikator dini rapuhnya dinamika permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional 2025 oleh BPS dengan olahan LPEM FEB UI, berikut proporsi pengangguran yang putus asa cari kerja jika dilihat dari jenjang lulusan masing-masing:
- SD atau tidak tamat SD: 50,07%
- SMP: 20,21%
- SMA: 17,29%
- SMK: 8,09%
- Diploma: 1,57%
- S1: 2,42%
- S2 dan S3: 0,35%.
(dtk/dark)

Posting Komentar untuk "Ijazah Tinggi, Peluang Rendah: Temuan LPEM FEB UI Ungkap Ribuan Magister dan Doktor Putus Asa Cari Kerja"