Kompleksitas Dunia Modern dan Solusi Islam (Bagian IV)

Imam Shamsi Ali. (foto: eramuslim.com)

Oleh Imam Shamsi Ali *)

Islam hadir sebagai “rahmah”, yang salah satunya bermakna memberikan tuntunan kepada manusia dalam menghadapi berbagai permasalahan hidupnya. Islam hadir dengan konsep keluarga yang solid dan rinci.

Soliditas konsep keluarga dalam Islam itu karena bersifat permanen. Tidak berubah-ubah mengikut kepada kecenderungan hawa nafsu manusia. Konsep perkawinan misalnya dalam pandangan Islam mengikut kepada tabiat dasar atau fitrah manusia. Dan karenanya pernikahan akan selalu sejalan dengan kefitrahan manusia. Salah satunya akan abadi bahwa pasangan dalam pandangan Islam itu adalah Adam dan Hawa. Tidak akan pernah bergeser ke John dan David atau Jeanette dan Maria.

Konsep rinci yang dimaksud adalah bahwa aturan-aturan atau acuan dalam membangun keluarga disampaikan secara rinci dalam tatanan hukum Islam. Dari sejak mencari calon, kriteria calon, melamar, pernikahan, hingga ke bagaimana cara menjaga rumah tangga. Bahkan ketika terjadi hal-hal di luar harapan, perceraian bahkan kematian pasangan misalnya, Islam juga hadir dengan tuntunannya.

Perhatian besar Islam kepada keluarga ini karena kenyataannya memang keluarga adalah “fondasi” kehidupan bermasyarakat. Sebuah bangsa/masyarakat yang solid dalam tatanan keluarga akan solid secara bangsa (as a nation). Sebaliknya sebuah bangsa yang rapuh dalam tatanan keluarga maka bangsa itu sekuat apapun adalah bangsa yang rapuh (failed nation).

Urgensi Keluarga dalam Islam

Ada beberapa hal yang mendasar kenapa keluarga memiliki posisi penting dalam ajaran Islam.

Satu, karena keluarga menjadi bagian dari kecenderungan alami manusia. Semua manusia tanpa kecuali menginginkan keluarga dalam hidupnya. Sejatinya semua makhluk Allah, bahkan alam hewani sekalipun memiliki kecenderungan ini. Allah menegaskan: “Dan Kami jadikan kalian berpasang-pasangan”.

Dua, Allah pun menjadikan pernikahan sebagai institusi tertua dalam sejarah manusia. Sejak Adam dan Hawa diciptakan institusi ini telah dihadirkan. Dan ini menjadi jalan satu-satunya bagi manusia untuk membangun keluarga.

Tiga, selain misi ubudiyahnya manusia juga diberikan tanggung jawab khilafah dalam arti tanggung sustainability kehidupan manusia dari generasi ke generasi. Khilafah salah satunya bermakna “pergantian generasi”. Dan pernikahan (keluarga) adalah jalan untuk memenuhi tanggung kemanusiaan itu.

Empat, ketertarikan (atraksi) antarjenis juga merupakan salah satu kebutuhan alami manusia. Islam sebagai ajaran yang sejalan dengan tabiat alami manusia hadir dengan tuntunan. Di satu sisi mengakomodasi kecenderungan manusiawi yang mendasar itu. Tapi di sisi lain memberikan tuntunan jelas bagaimana memenuhi kebutuhan itu.

Lima, semua manusia memimpikan ketentraman (kedamaian) hidup. Islam memandang kedamaian hidup itu ada pada aspek pribadi (fardi) dan sosial (jama’ah).

Pada sisi jama’ah ini, ketentraman hanya akan terjadi ketika dalam keluarga terjadi “sakinah” (ketentraman). Karenanya diciptakan rasa ketertarikan (atraksi) tadi dari dua jenis manusia (laki-wanita) bertujuan agar di antara mereka tercipta “sakinah” (litaskunuu ilaiha). Maka kedamaian dalam keluarga menjadi benih (cikal bakal) kedamaian sosial secara lebih luas.

Tentu banyak lagi pokok-pokok urgensi keluarga dalam Islam yang akan dibahas lebih detail pada masanya. Yang ingin saya sampaikan kali ini adalah bahwa krisis dunia modern itu tidak terlepas juga dari krisis keluarga dalam kehidupan manusia. Dan ketika keluarga mengalami krisis, di situlah pula manusia menghadapi ancaman yang sangat mendasar.

Peranan suami sebagai “qawwaam” (penopang) dan wanita sebagai “unsun” (menghasilkan kata “nisa”) saling melengkapi dalam membangun kelurga sekaligus masyarakat yang solid. Dari pasangan suami-isteri yang baik dan bertanggung jawab itu akan terlahir generasi yang akan memastikan masa depan dunia yang lebih baik.

Nabi Ibrahim AS dikategorikan sebagai “ummatan qanita” (umat yang lurus), salah satunya karena telah berhasil membangun keluarga yang solid. Ketauladanan Ibrahim AS dalam membangun keluarga disampaikan di berbagai tempat dalam Alquran. Bahkan doa-doa untuk anak dan keluarga juga pada galibnya berkaitan dengan Ibrahim AS.

Semoga kita mampu menauladani Ibrahim dalam membentuk keluarga yang “imaman lil-muttaqiin” (penghulu dalam ketakwaan). Sekaligus sebagai pembuktian bahwa Islam memang hadir sebagai solusi bagi permasalahan mendasar dunia modern ini.

Manhattan City, 4 Desember 2023


*) Presiden Nusantara Foundation

 

Baca juga artikel terkait ini:

 

- Kompleksitas Dunia Modern dan Solusi Islam 
- Kompleksitas Dunia Modern dan Solusi Islam (Bagian II) 
- Kompleksitas Dunia Modern dan Solusi Islam (Bagian III) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.