Pengamat Politik: PDIP-PKS Berpeluang Jadi Oposisi, tapi Sulit Bersatu

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi. (Foto: ugm.acid)

 

JAKARTA -- Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi mengatakan, PDI Perjuangan (PDIP) dan PKS berpeluang menjadi oposisi terhadap pemerintahan 2024-2029. Namun kemungkinan untuk bisa bersatu kecil.

"Iya, kalau mereka di luar pemerintahan itu sangat mungkin. Nah, pertanyaannya adalah di luar pemerintahan, bersatu di luar pemerintahan, itu yang kecil kemungkinannya," kata Arya seperti dikutip dari Antara akhir pekan lalu.

Arya melihat PDIP dan PKS justru memiliki logika berjalan masing-masing demi terwujudnya checks and balances untuk membentuk suatu pemerintahan yang demokratis.

Dengan adanya mekanisme checks and balances ini masing-masing lembaga negara dapat mengawasi dan mengimbangi kekuasaan lembaga lainnya. Hal ini sesuai dengan cita-cita reformasi dan konstitusi UUD 1945 demi terciptanya penyelenggaraan negara yang akuntabel dan jauh dari kesewenang-wenangan.

Arya pun menganalogikan PDIP dan PKS bagaikan minyak dan air yang tidak bisa bersatu. "Karena, secara jarak ideologi mereka terlalu jauh, itu bagaikan minyak dan air. Itu akan repot, ribet," jelasnya.

Oleh karena itu, menurut Arya, hal yang paling mungkin bagi kedua partai ini berada di luar pemerintahan dengan berjalan sendiri-sendiri.

Kondisi ini juga dapat mengambil ceruk suara pemilih yang tidak memilih pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

"Yang paling mungkin adalah dua partai ini di luar pemerintahan, tapi mereka berjalan sendiri-sendiri, tentu mereka akan tetap mengkritisi pemerintah dan mengambil ceruk untuk pemilih-pemilih yang tidak mendukung Prabowo-Gibran," jelas Arya.

Selain itu, Arya menambahkan, bersatunya dua partai ini sebagai oposisi memiliki persentase kecil. Sebab, butuh motivasi yang besar untuk berada di luar pemerintahan, seperti kesamaan ideologi hingga platform politik.

"Hal ini berbanding terbalik apabila PDI Perjuangan dan PKS berada di dalam pemerintahan. Mereka dapat dengan mudah bersatu, walaupun memiliki jarak ideologi yang besar," kata Arya.

Arya menyebutkan bersatunya dua partai itu didorong oleh adanya platform politik berupa kementerian. Di mana masing-masing partai merasa menjadi bagian dari proses pengambilan kebijakan publik. "PDI Perjuangan dan PKS itu sangat berjarak secara ideologi dan standing point politiknya," pungkasnya.

Sebelumnya, Kamis (15/2/2024), Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan, partai berlambang banteng moncong putih itu siap berjuang sebagai oposisi di luar pemerintahan dan parlemen untuk menjalankan tugas check and balance.

Hasto melihat pada periode kedua pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), kekuasaan yang terpusat memunculkan kemampuan untuk melakukan manipulasi sehingga kekuasaan dan kritik dalam konteks kebijakan dan implementasinya dibutuhkan check and balance.

Menurut Hasto, berada di luar pemerintahan adalah suatu tugas patriotik dan pernah dijalani PDIP setelah Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.

Berdasarkan hasil hitung cepat Pilpres 2024 dari sejumlah lembaga survei menyebut bahwa perolehan suara pasangan calon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengungguli pasangan calon nomor 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan calon nomor 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

 

(nnn)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.