Kemendikdasmen Terus Dorong Semangat Pembelajaran Mendalam dan Matematika Gembira
![]() |
| Direktur Guru Pendidikan Dasar, Kemendikdasmen, Rachmadi Widdiharto, saat mengunjungi SD Negeri Pujokusuman 1 Yogyakarta. (Foto: BKHM Setjen Kemendikdasmen) |
YOGYAKARTA -- Dalam rangkaian Bulan Guru Nasional (BGN) 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI melalui Direktorat Guru Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (GTKPG), melakukan peninjauan implementasi program prioritas kementerian, yaitu Matematika Gembira dan Pembelajaran Mendalam.
Dalam kunjungan ke SD Negeri Pujokusuman 1 Yogyakarta, Direktur Guru Pendidikan Dasar, Kemendikdasmen, Rachmadi Widdiharto, menekankan perlunya redefinisi pembelajaran agar lebih bermakna, berkesadaran, dan menggembirakan. Pembelajaran harus mampu menantang antusiasme dan rasa ingin tahu murid melalui berpikir kritis. Ia mencontohkan bagaimana materi bangun ruang dapat dikaitkan dengan manfaat praktis dalam kehidupan nyata, seperti perhitungan takaran obat, kapasitas ruang konser, hingga pengawalan lapangan bagi polwan.
“Hal ini saya kira akan menjadi lebih bermakna apa yang mereka pelajari itu ternyata ada manfaatnya ke depannya nanti,” ujar Rachmadi yang mendorong guru untuk fokus tidak hanya pada transfer ilmu, tetapi juga transfer nilai.
Arief Kurniawan, guru kelas 1 yang telah mengabdi selama 23 tahun, membagikan pengalamannya setelah mendapatkan pelatihan Matematika Gembira. Ia menjelaskan, program ini merupakan gebrakan baru yang mengubah miskonsepsi dalam mengajar. Model baru yang ia terapkan kini berfokus pada pengalaman nyata murid sehari-hari (kontekstual) sebelum masuk ke konsep. “Selama ini saya ternyata miskonsepsi. Selama mengajar itu kita mengajar murid itu konsep dulu, lalu kontekstual. Ternyata itu membuat anak-anak selanjutnya di tahap berikutnya itu jadi takut,” kata dia.
Dengan perubahan metode ini, Arief merangkum prinsip utama Matematika Gembira: mengajak murid mengkontekstualkan suatu materi sehingga mengubah pandangan bahwa matematika itu menakutkan. Metode ini didukung oleh alur Gembira dan memastikan tahapan dari konkret, visual, hingga abstrak. Menurut Arief, kini murid kelas 1 sangat antusias dan tertarik untuk datang ke sekolah karena memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai media belajar.
Testimoni serupa datang dari Ida Sekar Maulina, guru kelas 4D yang menerapkan Pembelajaran Mendalam. Ida menegaskan bahwa perubahan metode ini sangat efektif.
“Pengalaman saya sangat berkesan sekali. Saya berusaha untuk mempersiapkan dengan sebaik-baiknya perencanaan pembelajaran, bahkan juga ada tuntutan yang lain menurut saya, yaitu tentang penyampaian nilai,” ujar Ida.
Ida juga menegaskan bahwa metode ini tidak membebani guru. “Menurut saya sangat tidak membebani karena ini adalah panggilan hati, bagaimana kita menjalankan sebuah amanah dengan profesional,” jelasnya.
Semangat Ida dalam mengajar pun kian tinggi. “Melihat senyuman yang lebar sekali pada anak-anak hingga dia menjadi anak yang tidak hanya berprestasi tapi juga berkarakter agar di masa depan nanti akan memimpin bangsa ini dengan luar biasa.”
Arief dan Ida aktif memanfaatkan Komunitas Belajar (Kombel) di sekolah sebagai sarana berbagi ide kreatif dan pengimbasan program. Arief bahkan telah mengimbaskan materi Matematika Gembira Fase A ke puluhan guru di tingkat kemantren (kecamatan) sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas guru.
Dukungan juga datang dari Kepala Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Provinsi D.I. Yogyakarta, Adi Wijaya, yang memastikan bahwa BBGTK sebagai UPT Ditjen GTKPG siap mengawal program dan memfasilitasi guru. “Kami membuka area kombel, area komunitas belajar. Sehingga kalau ada kesulitan pun, kami persilakan datang kalau sudah punya permasalahan. Sehingga setiap ada permasalahan, itu segera teratasi,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori, menekankan komitmen pemerintah kota dalam mendukung program Kemendikdasmen, terutama melalui perhatian pada pendidikan inklusi. Pemerintah Yogyakarta mendirikan Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang menyediakan asesmen, kurikulum adaptif, dan Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang dibiayai APBD, untuk memastikan murid berkebutuhan khusus (ABK) mendapatkan layanan terbaik.
“Sekolah-sekolah negeri harus inklusif, jangan eksklusif. Pendidikan untuk semua (education for all),” tegas Budi Santosa.
(***)


Post a Comment