Setara Institute: Revisi UU TNI dan Penambahan Kodam tak Sejalan Upaya Penguatan Pertahanan

Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie. (foto: setara institute)


JAKARTA -- Permasalahan agenda reformasi militer bertambah pelik lantaran pembahasan rencana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) di 38 provinsi di Indonesia masih berlanjut. Pasalnya, agenda reformasi militer belum lama ini juga memiliki gangguan serius melalui materi usulan perubahan dalam revisi UU TNI.

“Wacana penambahan Kodam maupun revisi UU TNI memiliki aroma perluasan peran militer di ranah sipil begitu kental,” ujar peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Rabu (24/5/2023).

Menurut Ikhsan, substansi yang diajukan dari kedua wacana tersebut kontradiktif dengan upaya penguatan pertahanan menghadapi kompleksitas ancaman dan peningkatan profesionalitas militer.

Dalam konteks revisi UU TNI, lanjut Ikhsan, hal tersebut terlihat dalam perluasan cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada Pasal 7 ayat 2 dan jabatan sipil bagi prajurit aktif pada Pasal 47 ayat 2. Sementara dalam hal penambahan Kodam, terlihat melalui pembentukan struktur TNI yang mengikuti struktur administrasi pemerintahan hingga ke daerah sehingga TNI semakin dekat dengan peran-peran sipil di daerah.

“Penggelaran struktur TNI mengikuti struktur administrasi pemerintah tersebut juga bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU TNI, sebagaimana dijelaskan pada bagian penjelasannya,” kata Ikhsan menjelaskan.

Dalam kasus ini, Setara Institute berpandangan bahwa agenda reformasi TNI seharusnya semakin mendorong TNI untuk benar-benar konsisten dan memfokuskan diri untuk penguatan bidang pertahanan negara. Khususnya, dalam menghadapi ancaman dari luar. “Seharusnya membuat TNI mengutamakan orientasi ke luar (outward looking) dalam paradigma pertahanan negara,” sambung Ikhsan.

Kedua, Setara Institute menilai wacana revisi UU TNI dan penambahan Kodam belum mendesak. Selain itu, juga memperlihatkan minimnya visi dan desain modernisasi pertahanan dalam menjawab tantangan kondisi global.

“Basis argumen yang disampaikan ke publik pun tidak relevan antara tujuan dan implementasi, yakni penguatan pertahanan menghadapi ancaman, tetapi dengan cara perluasan peran militer di ranah sipil,” kata Ikhsan mengingatkan.

Selanjutnya, Ikhsan mengatakan, di dalam situasi damai, seharusnya penguatan pertahanan dilakukan dengan cara-cara yang modern, di antaranya pemanfaatan teknologi pertahanan, bukan dengan pengulangan cara-cara konvensional. “Selain itu, akan lebih efektif juga jika penempatan Kodam difokuskan di daerah perbatasan maupun terluar guna memastikan pertahanan dan kedaulatan negara.”

Terakhir, Setara Institute mengingatkan bahwa dinamika global dan ancaman pertahanan dari luar kini semakin berkembang.

"Untuk itu, Presiden RI perlu untuk mendorong agar TNI memperkuat kapasitas prajurit maupun kelembagaan," kata Ikhsan menegaskan. "Baik dengan penguatan alutsista, penguatan skill tempur prajurit, latihan militer gabungan, update teknologi untuk penguatan pertahanan, hingga peningkatan kesejahteraan prajurit."  


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.