Menaker Dorong Regulasi Baru untuk Lindungi 4,4 Juta Pekerja Non-Formal seperti Driver Online dan Freelancer
Menaker Yasserlie bersama pembicara dari sejumlah negara menekan tombol tanda
pembukaan acara Indonesian Forum and Labour Productivity (IFLP) bertema "Gig
Workers: Flexibility and Vulnerability from Multiple Perspectives", di JS
Luwansa Hotel, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025). (FOTO: ZAKY/GEBRAK.ID)
JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Prof. Yassierli, Ph.D., menyerukan
percepatan penyusunan regulasi baru guna memberikan perlindungan kepada pekerja
gig yang dinilai masih berada dalam posisi rentan. Ia menekankan bahwa negara
perlu hadir untuk menjamin pendapatan sekaligus kesejahteraan para pekerja
berbasis platform digital.
Menurut Yassierli, ekosistem gig economy kini
berkembang pesat dan menjadi kekuatan baru di pasar kerja nasional. Saat ini,
terdapat sekitar 4,4 juta pekerja gig yang bergerak di berbagai sektor seperti
transportasi, logistik, layanan kurir, industri kreatif, hingga platform digital
lainnya.
![]() |
| Menaker Yasserlie ketika memaparkan hasil kebijakannya. (FOTO: ZAKY/GEBRAK.ID) |
Namun, di tengah pertumbuhan tersebut, muncul pula tantangan
perlindungan dan ketidakpastian kerja. “Di balik fleksibilitas gig economy, ada
kerentanan yang tidak boleh diabaikan. Negara berkewajiban memastikan pekerja
gig mendapatkan perlindungan yang layak,” ujar Yassierli saat membuka Indonesian
Forum and Labour Productivity (IFLP) bertema "Gig Workers: Flexibility and
Vulnerability from Multiple Perspectives", di JS Luwansa Hotel, Jakarta Selatan,
Selasa (25/11/2025).
Kategori pekerja gig meliputi pengemudi ojek dan taksi
online, desainer grafis, penulis konten, kurir, hingga pengembang perangkat
lunak yang bekerja secara lepas atau berdasarkan pesanan.
Para peserta dari sejumlah instansi dan organisasi antusias mengikuti acara
Indonesian Forum and Labour Productivity (IFLP) bertema "Gig Workers:
Flexibility
and Vulnerability from Multiple Perspectives", di JS Luwansa Hotel,
Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025). (FOTO: ZAKY/GEBRAK.ID
Yassierli
menambahkan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan mendorong agar isu pekerja gig
menjadi bagian penting dalam revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Menaker menilai, sejumlah kebijakan baru perlu dihadirkan,
mencakup jaminan sosial seperti kesehatan, pensiun, dan JKK, perlindungan atas
upah yang adil, serta transparansi dalam perjanjian kerja.
“Platform digital
juga harus ikut bertanggung jawab. Mereka harus menyediakan asuransi kesehatan,
pelatihan, transparansi pendapatan, hingga memastikan pembayaran tepat waktu,”
jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang)
Kemnaker, Anwar Sanusi, menilai penyelenggaraan IFLP 2025 menjadi momentum untuk
memperkuat sinergi antara pemerintah, platform digital, dunia akademik, dan
masyarakat guna membangun sistem ketenagakerjaan yang lebih berkeadilan.
“Ekosistem ketenagakerjaan yang adil dan inklusif hanya bisa diwujudkan melalui
kolaborasi berkelanjutan,” ujarnya.
(zaky)




Post a Comment