![]() |
| Nurul Indarti pernah mendapat IPK hanya 2,87 saat kuliah S1 karena sibuk di organisasi. Kini Nurul sudah meraih gelar profesor dan menjadi guru besar di UGM. (Foto: ugm.ac.id) |
Pada Selasa, 27 Agustus 2024, di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, namanya kembali bergema—kali ini sebagai Prof. Nurul Indarti, Sivilokonom., Cand.Merc., Ph.D., yang resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Nurul mencatat sejarah sebagai guru besar perempuan pertama di bidang manajemen di kampus tersebut, sekaligus perempuan pertama yang meraih gelar profesor manajemen. Ia merupakan guru besar perempuan pertama dari Prodi Manajemen dan menjadi satu-satunya guru besar aktif dari kalangan perempuan yang ada di FEB UGM sepeninggal Prof Sri Adiningsih.
Namun, di balik toga kehormatan dan tepuk tangan akademik itu, tersimpan kisah yang jarang terbayang: semasa kuliah, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Nurul pernah berada di bawah angka 3,00. Sebuah fakta yang mengingatkan bahwa prestasi besar tak selalu lahir dari awal yang sempurna, melainkan dari keberanian untuk terus melangkah meski sempat tertatih.
Perempuan kelahiran Yogyakarta ini bercerita, dulu ia adalah siswa jurusan IPA di SMAN 8 Yogyakarta. Karena merasa dari jurusan IPA saat SMA, ia mengira kuliah di bidang IPS dapat ia lalui. Ternyata, pemikirannya itu tidak sepenuhnya benar. Terbukti di semester 1, IPK Nurul saat itu 2,97 saja.
“Saya menggampangkan perkuliahan karena dulu dari jurusan IPA. Waktu itu, Kartu Hasil Studi (KHS) dikirim ke rumah dan Bapak bertutur mau jadi apa kamu kalau IPK tidak sampai 3,” ujar Nurul dikutip dari laman UGM pada Selasa, (16/12/2025).
Dulu saat semester awal kuliah Nurul aktif sebagai aktivis dan bergabung dalam kegiatan kepemudaan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang diikutinya sejak di bangku SMA. Bahkan, ia banyak mengikuti kegiatan hingga pagi buta dan menyepelekan kuliah. “Saya pun mundur dari kegiatan IPM dan mulai serius kuliah dan akhirnya hasilnya pun bisa bagus. Pesannya memang kita harus menghargai ilmu, tidak boleh arogan pada ilmu,” jelas dia.
Saat kuliah Nurul juga aktif mengikuti berbagai organisasi di kampus yang dapat mendukung studinya dan juga menjadi asisten dosen.
Nurul masuk S1 Fakultas Ekonomi UGM di tahun 1994, kemudian lulus tahun 1998 dengan predikat cumlaude. Setelah lulus Nurul mendaftar menjadi dosen di FEB UGM dan ia pun diterima mengabdi di almamaternya sejak Desember 1998. Ia melanjutkan studi S2 di School of Management, University of Adger, Kristiansand, Norwegia dan meraih gelar Master of Business Administration (Sivilokonom) pada 2002.
Nurul juga mendapat gelar Master of Science in Strategic and Operations Management (Candidata Mercatoria) di Norwegian School of Economics and Business Administration, Bergen, Norwegia pada 2003. Kemudian, tahun 2010 Nurul berhasil meraih gelar doktor (Ph.D) dalam bidang Knowledge Management and Innovation dari Faculty of Economics and Business, University of Groningen, The Netherlands.
Wanita kelahiran Yogyakarta pada 1976 ini bercerita kalau meraih titel guru besar bisa dibilang tidak mudah. Ia mengajukan usulan guru besar pada 2017 namun belum lolos di tingkat universitas. Ia pun kembali mengajukan usulan guru besar di tahun 2019 dan akhirnya pada tahun 2020 secara resmi Nurul memperoleh SK guru besar.
“Guru besar itu bukan tujuan, tetapi konsekuensi dari menjalankan tanggung jawab dengan baik sebagai dosen yang diikat oleh tridharma yang core-nya berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan. Ketika kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dijalankan dengan baik maka yang lain akan mengikuti, termasuk jabatan guru besar,” kata Nurul menjelaskan.
Pada saat pengukuhan sebagai guru besar, ia berkomitmen untuk terus memproduksi pengetahuan melalui penelitian, menyebarkan hasilnya melalui beragam kanal publikasi dan pengajaran, serta mengaplikasikannya dalam aktivitas pengabdian kepada masyarakat di berbagai konteks.
“Setiap pencapaian dalam hidup, termasuk jabatan akademik profesor, tidak pernah bersifat personal semata. Dalam prosesnya, banyak pihak yang berkontribusi dan melapangkan jalan, semua itu atas kehendak Allah Yang Maha Melapangkan. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah,” ungkapnya, saat di Balai Senat UGM.
Nurul dikenal sebagai dosen UGM yang fokus melakukan kajian soal kewirausahaan termasuk dari kelompok marjinal seperti perempuan dan penyandang disabilitas. Seperti pidatonya saat pengukuhannya sebagai guru besar, judulnya Melihat Kewirausahaan dari Pinggiran: Perspektif Etnis, Perempuan, dan Sosial.
Nurul mengaku bersyukur bisa dikukuh Guru Besar pada usia 48 tahun. Bahkan ia tak menyangka menjadi perempuan pertama di prodi Manajemen yang berhasil meraih guru besar. “Bersyukur, saya merasa lega karena ini adalah kewajiban yang tertunda sejak November 2020 jadi saya sudah bisa menyelesaikan kewajiban ini. Ini adalah pertanggungjawaban publik saya atas apa yang saya terima sebagai guru besar.”
Sebagai perempuan, Nurul menyatakan bahwa ia merasa dimudahkan dalam proses dirinya menjadi guru besar berkat dukungan dan motivasi dari keluarga yang membantunya dalam meraih gelar profesor. Bagi Nurul, dukungan keluarga merupakan sebuah faktor penting dalam usaha seseorang mencapai mimpinya. Apabila seseorang sedang berjuang untuk mencapai cita-cita atau mimpinya, maka sebaiknya keluarga menjadi kelompok yang paling besar memberikan dukungan moril.
Nurul telah mengembangkan kurikulum kewirausahaan menjadi kurikulum wajib bagi mahasiswa program sarjana prodi manajemen pada tahun 2004 silam. Sementara di Magister Manajemen UGM, ia mengembangkan konsentrasi kewirausahaan pada 2011. Ia juga menginisasi kurikulum keberlanjutan pada program Master in Sustainability Development and Management (MASUDEM) MM FEB UGM.
Nurul mengatakan, dengan mengemban jabatan sebagai guru besar, tanggung jawab untuk berkontribusi di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat semakin besar pula. Sehingga seorang guru besar harus bisa menjadi teladan bagi mahasiswa dan memiliki nilai bagi dunia akademik.
(kmp/gpt/end)

Posting Komentar untuk "Dari IPK 2,97 hingga Guru Besar UGM: Perjalanan Inspiratif Prof Nurul Indarti"