Manusia, Lepaskan Dunia Sejenak
Muhamad Rubiul Yatim. (Foto: Dok. Pribadi)
Oleh Muhamad Rubiul Yatim *)
Pergumulan manusia dengan kehidupan sering membuat dirinya kehilangan jati diri dan arah tujuan hidup yang sesungguhnya. 24 jam waktu yang dimiliki ternyata hanya terisi untuk pengejaran hawa nafsu duniawi dan memperkokoh pencitraan diri.
Dunianya hanya berputar di sekitar harta, kedudukan/jabatan, nama besar, dan pencapaian karier. Kalaupun ada ibadah dalam sela-sela hidupnya, itu dilakukan hanya sebatas pelepasan ritualisme yang sifatnya hanya menggugurkan kewajiban.
Alam yang sangat luas dengan berbagai keunikan dan misteri yang terkandung di dalamnya, baginya hanya sebagai bingkai yang mempercantik dan menghiasi kesibukannya. Tidak ada getaran apalagi inspirasi dan petunjuk yang membawanya kepada ketakjuban pada Zat yang Maha Agung dan Perkawsa: Allah Azza wa Jalla.
Mengapa hal itu dapat terjadi? Jawabannya adalah karena kurangnya berinteraksi dan berdialog dengan kitab suci yang seyogianya selalu digali baik secara pribadi maupun bersama orang yang ahli.
Padahal dalam banyak tempat di dalam Al-Quran, Allah Azza wa Jalla sering mengajak hamba-Nya untuk selalu melepaskan dunia sejenak. Mengajak melanglang buana meninggalkan kehidupannya yang sangat sempit di seputar dirinya untuk melesat jauh tinggi ke alam yang luas dan penuh cakrawala keindahan.
Perhatikan firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 190-191 berikut ini:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Selain itu, simak dan perhatikan pula surat Ar Rahman sejak awal hingga akhir, maka akan didapati kandungannya penuh ajakan dan dorongan agar manusia melepaskan dunianya sejenak. Melepaskan egosentris, kebanggaan, dan kebesaran dirinya untuk melebur dengan keagungan dan kebesaran Allah SWT dalam berbagai ciptaan-Nya.
Bahkan lebih fantastis lagi, kita diajak dan dibimbing untuk menembus batas alam dunia hingga masuk ke ranah alam metafisika masa depan yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan di dalam surga-Nya. Semua proses itu dibalut dengan pertanyaan berulang-ulang: فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ yang artinya: "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
Lepaskanlah dunia sejenak wahai saudaraku! Melesatlah menuju alam keabadian tempat asal muasal nenek moyang kita berada. Terlebih pada saat sedang berkontemplasi dalam itikaf panjang penuh kemesraan antara makhluk dan Kholiknya di pengujung malam selepas Shalat Tahajud.
Jangan biarkan dunia mengambil habis semua bagian dari diri kita tanpa tersisa sedikitpun. Menggerogoti seluruh sendi kebenaran dan kejujuran hingga membuat kita berubah menjadi makhluk bernyawa yang tidak lagi memiliki jiwa ketundukan tak ubahnya seperti hewan liar penuh kerakusan dan hanya mengenal hukum rimba.
Atau serupa dengan mayat hidup atau zombie yang tidak lagi memiliki hati yang hidup dikarenakan dunia sudah memenuhi seluruh relung jiwanya tanpa terkecuali. Berjalan di muka bumi hanya untuk mengkonsumsi semua yang ada tanpa mengindahkan halal dan haram.
Firman Allah Azza wa Jalla:
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
Artinya: "Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (QS Al Hajj ayat 46)
Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita pemahaman agama yang baik, benar, dan mendalam agar dapat berjalan dengan selamat dan penuh berkah di atas bumi yang fatamorgana ini.
21 September 2025
*) Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pancasila Jakarta dan Anggota Korps Mubaligh Khairu Ummah.
Post a Comment